Selasa 12 Oct 2021 19:06 WIB

IDI Perkirakan Gelombang Ketiga Covid-19 Terjadi Akhir Tahun

Cakupan vaksinasi diharap dapat meredam peningkatan kasus pada gelombang ketiga.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ilham Tirta
Petugas tenaga kesehatan mengurus jenazah COVID-19 saat kasus melonjak pada Juni lalu (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Novrian Arbi
Petugas tenaga kesehatan mengurus jenazah COVID-19 saat kasus melonjak pada Juni lalu (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus Covid-19 di Tanah Air kini menunjukkan penurunan, bahkan melandai. Kendati demikian, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) memperkirakan Indonesia akan kembali mengalami lonjakan kasus Covid-19, yaitu gelombang ketiga di akhir 2021.

"Gelombang tiga Covid-19 diprediksi terjadi di akhir tahun 2021 ini. Tetapi kami (PB IDI) berharap jangan sampai terjadi gelombang tiga karena ini seperti episode traumatis dan tentu tak mau terjadi lagi," kata Ketua Pelaksana Harian Mitigasi PB IDI, Mahesa Paranadipa saat konferensi virtual IDI bertema Strategi Menghadapi Gelombang Ketiga Covid-19, Selasa (12/10).

Terkait kapan terjadinya gelombang pertama dan kedua Covid-19 di Indonesia, Mahesa mengaku PB IDI menggunakan data Covid-19 yang dilaporkan pemerintah. Terungkap gelombang pertama dilaporkan akhir Januari 2021 hingga awal Februari 2021.

"Penyebabnya karena libur panjang tahun baru," kata dia.

Kemudian, gelombang kedua kasus Covid-19 terjadi Juni 2021 hingga Juli 2021.  Gelombang ketiga Covid-19 nantinya bisa diketahui dari statistik kasus. Jika peningkatan kasus terjadi, PB IDI dan para epidemiolog berharap tidak lebih parah dari gelombang pertama dan kedua karena bertambahnya cakupan vaksinasi Covid-19.

Tak hanya potensi gelombang tiga Covid-19, Mahesa menambahkan, beberapa pakar memberikan catatan terkait pengurutan genom lengkap (whole genome sequencing/WGS) di Indonesia yang masih lemah. "Seharusnya yang sudah divaksinasi kemudian terkonfirmasi (positif Covid-19) seharusnya dilakukan WGS untuk melihat varian virusnya," kata dia.

Apalagi, kata dia, beberapa laboratorium organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) merekomendasikan supaya melakukan pemeriksaan tersebut dan diharapkan ada laporan mengenai hal tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement