REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka kasus suap penetapan perizinan ekspor benih lobster Edhy Prabowo meminta masyarakat tidak merundung dirinya akibat perkara tersebut. Dia meminta publik untuk menghormatinya karena telah berperan membawa pulang 14 medali emas dalam ajang Asean Games 2018 lalu.
"Saya jadi menteri bukan karena tiba-tiba. Saya juga bawa atlet kita (meraih) 14 emas untuk Asian Games kemarin. Kenapa itu tidak dihormati," kata Edhy Prabowo di Jakarta, Senin (22/2).
Dia merasa dirundung publik sebagai sosok yang paling menyusahkan negara. Dia menilai masyarakat tidak memandang dirinya saat duduk sebagai Ketua Harian Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (PB IPSI) dan membawa pulang belasan medali emas tersebut.
Mantan wakil ketua umum partai Gerindra ini pun mengaku tidak pernah menyusahkan Indonesia dan tidak pernah sedikitpun mencuri uang negara. Kendati, dia mengakui kalau ada kesalahan dirinya dan tidak akan lari dari tanggung jawabnya di hadapan penegak hukum.
"Tapi kenapa tidak berbicara dari kebenaran yang saya buat juga?" katanya.
Mantan menteri kelautan dan perikanan (KKP) ini mengaku kalau kebijakannya membuka keran ekspor benih lobster merupakan langkah tepat untuk kepentingan masyarakat. Dia mengaku rela dipenjara atas kebijakan yang telah dibuat untuk masyarakat tersebut.
Selain Edhy Prabowo, KPK juga mentersangkakan Staf khusus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM), Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD), Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, Amiril Mukminin (AM) dan Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT) dalam perkara suap ekspor benih lobster.
Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp 9,8 miliar. Uang ini diduga dipergunakan Edhy dan istrinya untuk berbelanja barang mewah, termasuk saat melakukan lawatan ke Honolulu, Hawaii.