Kamis 30 Nov 2023 21:24 WIB

KPK Sebut Hakim Agung Gazalba Saleh Terima Gratifikasi Terkait Kasasi Edhy Prabowo

KPK kembali menetapkan tersangka dan menahan hakim agung Gazalba Saleh.

Rep: Flori Sidebang / Red: Andri Saubani
Tersangka Hakim Agung (nonaktif) Gazalba Saleh (kiri) dikawal menuju ruang konferensi pers terkait penetapan dan penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (30/11/2023). Gazalba Saleh  yang sebelumnya divonis bebas karena tidak terbukti bersalah dalam perkara suap pengurusan perkara kasasi di Mahkamah Agung, kembali ditahan dalam dugaan menerima gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas sejumlah perkara yang ditangnainya di MA pada periode 2018 - 2022 dengan nilai mencapai Rp15 Miliyar, yang telah berubah menjadi berbagai aset Rumah, Tanah dan Mata Uang Asing.
Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
Tersangka Hakim Agung (nonaktif) Gazalba Saleh (kiri) dikawal menuju ruang konferensi pers terkait penetapan dan penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (30/11/2023). Gazalba Saleh yang sebelumnya divonis bebas karena tidak terbukti bersalah dalam perkara suap pengurusan perkara kasasi di Mahkamah Agung, kembali ditahan dalam dugaan menerima gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas sejumlah perkara yang ditangnainya di MA pada periode 2018 - 2022 dengan nilai mencapai Rp15 Miliyar, yang telah berubah menjadi berbagai aset Rumah, Tanah dan Mata Uang Asing.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan Hakim Agung Gazalba Saleh atas dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Salah satunya, dia menerima gratifikasi terkait kasasi eks Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur mengatakan, Gazalba juga diduga menerima gratifikasi karena telah mengatur beberapa perkara lainnya. Di antaranya, yakni korupsi di PT Asabri yang menjerat mantan Komisaris PT Sekawan Inti Pratama Reiner Abdul Latief, dan kasus pungutan liar bongkar muat batu bara di Muara Jawa dan Pelabuhan TPK Palaran yang dilakukan eks Anggota DPRD Samarinda Jaffar Abdul Gaffar.

Baca Juga

"Dari pengondisian isi amar putusan tersebut, GS menerima pemberian sejumlah uang sebagai bentuk penerimaan gratifikasi diantaranya untuk putusan dalam perkara kasasi dengan terdakwa Edhy Prabowo, Rennier Abdul Rahman Latief dan peninjauan kembali dari terpidana Jafar Abdul Gaffar," kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (30/11/2023) malam.

Asep mengungkapkan, pihaknya menduga Gazalba menerima gratifikasi pada 2018-2022. Sebab, KPK menemukan aliran uang sebesar Rp 15 miliar sebagai bukti awal penerimaan gratifikasi dalam kurun waktu tersebut.

Gazalba diduga menggunakan uang hasil gratifikasi itu untuk membeli sejumlah aset. Rinciannya, yakni pembelian satu unit rumah secara tunai di wilayah Cibubur, Jakarta Timur dengan harga Rp 7,6 miliar; satu bidang tanah dan bangunan di wilayah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan seharga Rp 5 miliar.

"Didapati pula adanya penukaran sejumlah uang ke beberapa money changer menggunakan identitas orang lain yang nilainya hingga miliaran rupiah," jelas Asep.

Gazalba diketahui tidak pernah melaporkan gratifikasi itu kepada KPK dalam waktu 30 hari sejak diterima. Dia juga tidak mencantumkan aset-aset bernilai ekonomis lainnya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) membenarkan kabar bahwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Edhy Prabowo telah bebas bersyarat sejak 18 November 2023. Dia dianggap berkelakuan baik selama menjalani masa tahanan, sejak November 2020.

Diketahui, Edhy Prabowo terbukti bersalah dalam perkara suap pengurusan izin ekspor benih bening lobster atau benur. Ia diproses dan diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dan pada 15 Juli 2021, PN Jakpus menjatuhkan pidana penjara lima tahun dan denda Rp 400 juta hingga mencabut hak politik selama tiga tahun.

Namun, putusan itu diperberat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi pidana penjara selama sembilan tahun dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan. Kemudian Edhy mengajukan kasasi dan dikabulkan. Mahkamah Agung (MA) akhirnya memotong masa hukuman menjadi lima tahun dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan. 

Alasannya, menilik kelakuan baik mantan politikus Gerindra itu saat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP). Pengurangan masa hukuman ini dijatuhkan ketua majelis Sofyan Sitompul dengan anggota Gazalba Saleh dan Sinintha Sibarani. 

 

photo
Karikatur Suap Hakim - (republika/daan yahya)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement