REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota DPR RI Fadli Zon berharap hasil investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait penembakan mati enam laskar Front Pembela Islam (FPI) dapat mengungkap fakta peristiwa, dan kebenaran. Fadli Zon mengatakan, masyarakat menanti hasil pengungkapan Komnas HAM atas peristiwa pembunuhan di tol Jakarta Cikampek (Japek) Km 50 tersebut.
“Kita sudah hampir tiga pekan menunggu tentang ini (hasil pengungkapan Komnas HAM). Tetapi masih belum ada kejelasan,” kata Fadli, dalam pernyataan virtualnya, via Youtube, Sabtu (26/12).
Masyarakat, kata Fadli masih menaruh harapan kepada Komnas HAM. Karena itu, ia meminta, agar tim pengungkapan di Komnas HAM, pun dapat menghasilkan kesimpulan yang memberikan rasa adil, bagi korban dan masyarakat.
Komnas HAM, sejak kejadian penembakan, (7/12) sudah bekerja melakukan pengungkapan peristiwa. Komisioner Komnas HAM Mohamad Choirul Anam pernah menjelaskan, fokus utama tim pengungkapan adalah untuk merangkai kronologi peristiwa yang sesungguhnya.
Dari rangkaian peristiwa dalam investigasi tersebut, Komnas HAM akan menyimpulkan apakah penembakan mati para pengawal Habib Rizieq Shihab tersebut, sebagai peristiwa pelanggaran hak asasi manusia.
Menurut Fadli, tim pengungkapan peristiwa di Komnas HAM, sebetulnya tak cukup untuk menuntaskan kasus tersebut. Mantan Wakil Ketua DPR RI itu mengatakan, pemerintah punya tanggung jawab lebih untuk segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Independen.
Dikatakan Fadli, TGPF tersebut, tak cuma sebagai badan khusus untuk menguak peristiwa yang sebenarnya. Akan tetapi, dari TGPF tersebut, dapat mengungkap, dalang atau eksekutor pelaku penembakan, untuk dapat diseret ke meja hukum.
“Kalau saja segera dibentuk TGPF, tentu akan memudahkan. Karena, peristiwa ini, adalah satu peristiwa yang sangat luar biasa. Mudah-mudahan segera ada titik terang, sehingga mereka yang bersalah, haruslah dihadapkan ke hadapan hukum. Karena telah menewaskan enam orang tanpa alasan yang jelas,” kata Fadli. Politikus Gerindra itu, pun menambahkan, masyarakat tak cuma membutuhkan fakta peristiwa yang akurat.
Lebih dari itu, kata dia, masyarakat juga membutuhkan kepastian adanya penegakan hukum, dan keadilan atas tewasnya enam laskar FPI tersebut. “Ini saya kira aspirasi dari warga, bahwa pelanggaran hak asasi manusia semacam ini, harus tetap diungkap. Kalau kita menginginkan negara ini maju, damai, dan berkeadilan. Keadilan harus ditegakkan. Termasuk keadilan hukum atas peristiwa pembunuhan enam laskar FPI ini,” sambung Fadli.
Enam laskar FPI yang ditembak mati di tol Japek Km 50, pada Senin (7/12) dini hari, yakni Faiz Ahmad Sukur (22 tahun), Andi Oktiawan (33), Ahmad Sofyan alias Ambon (26), Muhammad Reza (20), Luthfi Hakim (25), dan Muhammad Suci Khadavi (21). Enam laskar tersebut, adalah para pengawal Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab yang disebut polisi menghalangi aksi kepolisian saat melakukan pengintaian.
Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Fadil Imran, dalam pernyataan resminya, pun menegaskan, penembakan mati terhadap enam anggota FPI itu, sebagai pembelaan diri, respons atas penyerangan enam laskar FPI terhadap petugas kepolisian saat melakukan pengintaian.
Kordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti mengatakan pembelaan diri kepolisian tersebut, sepihak, dan tak dapat dibuktikan. Yang pada akhirnya, menurut Fatia, aksi kepolisian mencabut paksa nyawa enam laskar FPI dengan tembakan berpeluru tajam, mengangkangi proses hukum atas adanya dugaan penyerangan terhadap polisi.
“Ini akhirnya menjadi sebuah penghinaan bagi proses hukum itu sendiri. Karena, pada akhirnya, hukum itu, seperti tidak berguna untuk melakukan pembuktian atas dugaan tindak pidana (penyerangan). Jadi, sebenarnya sudah tidak bisa adil. Karena, sudah tidak bisa dibuktikan, karena orang-orangnya (yang dituduh kepolisian menyerang) sudah dibunuh, dan meninggal,” kata Fatia, dalam disekusi daring ‘6 Nyawa dan Kemanusian Kita’, yang disiarkan Jumat (25/12) malam.