REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Sosial (Kemensos) mengusulkan 40 nama calon penerima gelar pahlawan nasional, salah satunya Presiden ke-2 RI Jenderal Besar Soeharto. Namun, Koalisi Masyarakat Sipil menolak Soeharto dijadikan pahlawan nasional. Mereka menuding mantan mertua Presiden RI Jenderal (Purn) Prabowo Subianto itu banyak melanggar hak asasi manusia (HAM).
Menteri HAM Natalius Pigai menilai, pemberian gelar pahlawan nasional tidak semata didasarkan perbuatan yang bersangkutan pada masa lalu, khususnya terkait kasus HAM. Menurut dia, seluruh patriotik di dunia tidak akan mendapatkan gelar pahlawan apabila selalu dikaitkan dengan isu HAM.
"Kalau pemberian pahlawan itu berpedoman pada pelanggaran HAM dan pembunuhan, maka semua pahlawan dan patriotik di dunia adalah orang yang pernah membunuh manusia lain," kata Pigai saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Pigai menyatakan, seluruh pahlawan pasti pernah melakukan pembunuhan, baik pada zaman revolusi atau kemerdekaan. Termasuk para pahlawan dari berbagai belahan dunia lainnya, seperti Amerika, Eropa, Afrika, Amerika Latin, dan sebagainya. "Pahlawan-pahlawan yang tidak pernah membunuh hanyalah pahlawan kebudayaan, kesenian, penyair, sastrawan," kata mantan komisioner Komnas HAM itu.
Meski begitu, Pigai mengatakan, Kementerian HAM tidak akan berkomentar soal pemberian pahlawan tersebut, khususnya Soeharto. Kementerian HAM bakal menyerahkan sepenuhnya hal itu kepada regulasi yang berlaku.
"Silakan dipertimbangkan berdasarkan core of national interest yang diatur menurut Undang- Undang Republik Indonesia. Sekali lagi, Kementerian HAM tidak akan berkomentar soal itu," ujar Pigai.
Bayu Adji P