Rabu 03 Dec 2025 10:30 WIB

Indonesia Dikepung Tiga Sistem Siklon, Dosen IPB Ungkap Penyebab Banjir Ekstrem di Sumatra

Meski Indonesia bukan jalur utama siklon, dampaknya tetap signifikan.

Foto udara kondisi pascabanjir bandang melalui Helikopter Caracal Skadron Udara 8 Lanud Atang Sendjaja di daerah terisolir akibat bencana di Nagari Tiku V Jorong, Agam, Sumatera Barat, Senin (1/12/2025). TNI-AU melalui Lanud Sutan Sjahrir Padang mendistribusikan 4.500 kilogram logistik untuk korban banjir bandang di Maligi, Pasaman Barat, Sungai Pua Palembayan dan Tiku V Jorong di Agam.
Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Foto udara kondisi pascabanjir bandang melalui Helikopter Caracal Skadron Udara 8 Lanud Atang Sendjaja di daerah terisolir akibat bencana di Nagari Tiku V Jorong, Agam, Sumatera Barat, Senin (1/12/2025). TNI-AU melalui Lanud Sutan Sjahrir Padang mendistribusikan 4.500 kilogram logistik untuk korban banjir bandang di Maligi, Pasaman Barat, Sungai Pua Palembayan dan Tiku V Jorong di Agam.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Fenomena cuaca ekstrem kembali menguji ketangguhan masyarakat Indonesia. Dalam beberapa hari terakhir, banjir besar melanda sejumlah wilayah di Sumatra.

Menurut analisis dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB University, Sonni Setiawan, SS, MSi kondisi cuaca belakangan ini tergolong tidak biasa. Ia mengatakan, fenomena yang terjadi di Sumatra dipicu siklon tropis yang terbentuk sangat dekat dengan garis ekuator, kejadian yang jarang muncul.

“Tahun ini agak menarik perhatian para meteorologis karena siklon tropis terjadi di dekat ekuator, bahkan di bawah lintang 5 derajat,” ujarnya dikutip Rabu (3/12/2025).

Fenomena ini dikenal sebagai Siklon Tropis Senyar, yang interaksinya diperkuat oleh beberapa sistem atmosfer lain. “Ada interaksi menarik antara Siklon Tropis Senyar, gelombang Ekuatorial Rossby, Madden Julian Oscillation (MJO) yang berada pada fase 6 di Pasifik Barat tropis, IOD, serta La Nina yang intens karena termodulasi aktivitas sunspot,” terang Sonni.

La Nina dan IOD yang ditandai dengan menghangatnya suhu muka laut dapat memberikan pasokan uap air yang berlimpah. Hal tersebut merupakan syarat awal terbentuknya depresi tekanan yang kemudian dapat berkembang menjadi bibit-bibit siklon tropis dan pada akhirnya tumbuh menjadi siklon tropis.

Kehadiran gelombang Rossby Ekuator dan MJO dapat menguatkan konvergensi dalam fasa genesis siklon tropis.

Kombinasi tersebut, lanjut dia, kemudian membentuk awan-awan Cumulonimbus dalam jumlah besar dan memicu hujan ekstrem berkepanjangan di Sumatra. Hujan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Di saat bersamaan, wilayah Indonesia juga berada dalam pengaruh dua bibit siklon dan Siklon Tropis Fina, sehingga risiko bencana hidrometeorologi meningkat.

“Siklon tropis merupakan gangguan atmosfer berskala sinoptik yang dapat memicu bencana hidrometeorologi di wilayah yang dilaluinya, terutama dalam durasi harian di kawasan tropis,” katanya menegaskan.

Dalam kondisi normal, pembentukan siklon tropis mengikuti pergerakan matahari. Jika Matahari berada di Belahan Bumi Utara (BBU), siklon tropis lebih banyak terjadi di utara. Ketika bergeser ke selatan, kejadian pun dominan di selatan.

“Namun tahun ini anomali muncul karena pembentukan terjadi sangat dekat ekuator,” jelas Sonny.

Ia juga mengingatkan meski Indonesia bukan jalur utama siklon, dampaknya tetap signifikan. “Dampaknya memang tidak sebesar daerah di luar batas lintang tersebut, tetapi potensi hujan ekstrem dan angin kencang tetap perlu diwaspadai,” pungkasnya.

Fenomena siklon tropis dekat ekuator ini menjadi catatan penting bagi sains meteorologi Indonesia. Pemantauan satelit dan kajian lebih mendalam diperlukan agar masyarakat dapat lebih siap menghadapi cuaca ekstrem yang kian sering terjadi dalam konteks perubahan iklim global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement