REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pada masa banyaknya bencana alam yang terjadi belakangan ini, Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah, menilai, perlunya gubernur seperti Kang Dedi Mulyadi (KDM). Ini karena KDM memiliki spirit ekoteologis yang mencintai alam, sehingga kebijakan yang dibuatnya memberi harapan terjadinya keselarasan dengan alam.
Hal ini disampaikan Toto menanggapi respon cepat Gubernur Jawa Barat, KDM lewat kebijakan moratorium penebangan hutan di wilayah Jawa Barat. “Harus jujur diakui, apa yang dilakukan Kang Dedi itu sebagai respon cepat dan tegas dalam menghadapi dan mengantisipasi ancaman bencana alam kedepan. Minimal di wilayah yang dia pimpin. Buat saya, ini pilihan sikap berani sebagai kepala daerah yang harusnya menginspirasi kepala daerah lain,” kata Toto, Rabu (3/12/2025).
Toto mengakui, pilihan sikap KDM bukan sesuatu yang baru. Jauh sebelum menjadi orang nomor satu di Jabar, KDM memang lahir di lingkungan yang memegang tradisi kuat para leluhurnya dalam mencintai alam.
Salah satu pilihan berani yang diperlihatkan KDM dalam merawat alam, kata Toto, adalah membongkar sebuah vila mewah yang sekaligus tempat wiisata di Puncak Bogor karena berpotensi longsor. Begitu juga dengan kebijakan tegas terhadap beberapa bangunan liar yang menganggu aliran sungai di sejumlah wilayah di Jabar.
Menurut Toto, KDM memiliki pandangan bahwa alam itu dipahami sebagai bagian integral dari diri kita. Merusak alam sama dengan merusak diri kita sendiri. “Itulah pesan yang sering disampaikan KDM dari para leluhurnya dalam bahasa sunda, bahwa leuweung kudu caian, sagara kudu awian, lengkop kudu balongan, lebak kudu sawahan,” papar Toto.
Pesan ekoteologis KDM, lanjut Toto, juga tercermin dari ajakannya mengubah mindset tentang alam, dari penguasa hutan menjadi pengelola hutan. Karena itulah, kata dia, KDM sering mengingatkan menjaga dan merawat hutan itu merupakan bagian dari pesan Tuhan yang masuk kategori ibadah sosial (khalifah fil ardi).
Sikap yang sama, lanjut Toto, seharusnya dilakukan para kepala daerah lain. Hal ini karena isu alam, khususnya hutan, merupakan isu universal yang diajarkan seluruh agama. Karena itu, spirit pelestarian alam harus menjadi idetitas bersama seluruh agama dan bangsa.
Toto mencontohkan ajaran Kristen tentang imago dei, bahwa manusia diciptakan menurut gambar Tuhan. Artinya, manusia harus mencerminkan kasih dan tanggungjawab terhadap ciptaan Tuhan, termasuk alam. Begitu juga dalam Hindu dikenal Tri Huta Karana. Yaitu, keseimbangan antara manusia dan alam.
Dalam Budhisme pun, lanjut Toto, ada Pratityasamutpada, bahwa semua makhluk dan alam saling bergantung. Bahkan, jauh sebelum itu, Sunda wiwitan sudah mengenal istilah Sasaka Domas, bahwa alam sebagai ruang sakral yang tak boleh dinodai oleh kerusakan.
“Seluruh pesan moral tentang alam, hutan dan lingkungan tadi harusnya menjadi kesadaran kolektif seluruh elemen bangsa. Jangan sampai muncul sinisme, bahwa politisi itu sukanya mengatasi bencana alam, tapi tak suka mencegah musibah alam,” tegasnya.