REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Putri Presiden ke-2 RI Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto menganggap, pro dan kontra terkait penetapan Pahlawan Nasional untuk ayahnya, Jenderal Besar Soeharto merupakan hal yang wajar. Di negara demokrasi, ia menganggap, hal itu boleh-boleh saja.
"Pro kontra boleh-boleh saja, nggak apa-apa ini negara demokrasi," ujar Titiek setelah memimpin rombongan Komisi IV DPR RI melakukan kunjungan kerja di Kantor Gubernur NTB di Kota Mataram, Rabu (12/11/2025).
Dia melihat mayoritas masyarakat Indonesia, juga menginginkan ayahnya yang merupakan presiden ke-2 RI mendapatkan penghargaan dan dihargai, meski ada pro dan kontra yang muncul. "Saya rasa itu sudah jelas terang benderang nggak usah kita lanjutkan lagi," kata Titiek didampingi Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal.
Titiek mencontohkan, keberhasilan Provinsi NTB mengembangkan padi gogo dengan mengubah lahan kering sehingga kini menjadi lumbung pangan nasional tidak terlepas dari peran ayahnya saat masih menjadi presiden. Bahkan, pada zaman itu sejumlah bendungan dibangun untuk NTB, sehingga hasilnya bisa dinikmati sampai saat ini.
"Bendungan paling banyak dibangun di NTB, dari daerah kering jadi daerah subur. Jadi lumbung padi, pabrik dan sebagainya, pokoknya yang jelas daerah kering jadi lumbung padi itu berkat dari pertanian dan bendungan-bendungan yang ada, saluran-saluran irigasi dirasakan oleh semua masyarakat NTB," terang Titiek.
Meski demikian, Titiek menepis, penetapan pahlawan itu ada campur tangan Keluarga Cendana. Namun, terlepas dari kontroversi di masyarakat, Soeharto diberi atau tidak gelar Pahlawan Nasional, ayahnya adalah pahlawan bagi keluarga. "Buat kami, diberi gelar atau tidak, bapak adalah pahlawan buat kami (keluarga)," katanya.