REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Ali Mansur
Presiden RI Keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Senin (12/10), muncul memberikan pernyataan dalam suatu unggahan video di akun Youtube-nya. SBY menyinggung soal tudingan soal adanya penunggang demonstrasi menolak UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang berujung kerusuhan pada pekan lalu.
SBY merasa tak yakin bahwa tudingan soal penunggang demo UU Ciptaker yang disampaikan oleh pemerintah dialamatkan pada dirinya dan Partai Demokrat. Ia merasa tidak mungkin jajaran pemerintah dan instrumennya menuduh dirinya demikian.
"Saya kok enggak yakin kalau Pak Airlangga, Pak Luhut atau BIN yang dimaksud itu saya. Hubungan saya dengan Pak Airlangga selama ini baik, dengan pak Luhut juah baik, dengan BIN juga tidak ada masalah. Saya tidak yakin kalau BIN menganggap saya musuh negara, saya kira tidak lah," kata SBY dalam video yang telah dikonfirmasi Republika.co.id pada Senin (12/10).
SBY pun meminta agar soal tuduhan penunggang demo sebagaimana disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto disampaikan secara jelas. Ia meminta pemerintah agar menjelaskan siapa yang dimaksud aktor yang menunggangi gerakan massa.
"Kalau tidak ada kejelasan, ini tidak baik. Rakyat saling curiga kemudian ya tidak baik ke sana ke mari beritanya," kata Mantan Ketua Umum Demokrat itu.
Lebih bagus, kata SBY, pemerintah melakukan penegakan hukum yang jelas bila memang ada pihak yang menunggangi, membiayai dan oleh negara dianggap sebagai kejahatan. Sehingga, tidak terjadi kesimpangsiuran informasi.
"Kalau tidak, nanti negara dikira melakukan hoaks, tidak bagus karena kita harus percaya pada pemerintah kita. Kita harus put trust ke pemerintahan kita dalam melaksanakan tugasnya," kata SBY.
SBY mengaku tak mengetahui siapa yang dimaksud pemerintah menunggangi demo RUU Ciptaker. Munculnya spekulasi bahwa Demokrat menjadi penunggang demo ini juga dinilai SBY tidak berdasar.
Ia mengakui, munculnya tuduhan ini bisa saja dikait-kaitkan dengan sikap Partai Demokrat yang memilih walk out dalam Rapat Paripurna Pengesahan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) pada 5 Oktober 2020 lalu. Namun, kata SBY, Partai Demokrat hanya sebatas mengungkapkan ketidaksetujuannya.
"Yang paling bisa menjawab dan klarifikasi semua semua ini ya beliau beliau (pemerintah). Saya yakin beliau kalau ditanya oleh pers oleh rakyat mesti mau menjelaskan. Begitulah etika yang harus dimiliki oleh siapapun yang sedang mengemban amanah pemimpin negeri ini," kata SBY menegaskan.
Kenang aksi 411
Tudingan penunggang demo UU Ciptaker, mengingatkan SBY pada aksi 411 pada 4 November 2016. Di mana, saat itu tudingan atas dirinya sebagai motor demonstrasi juga muncul.
"Barangkali nasib saya dibeginikan terus ya, enggak tau saya, memang kalau saya ikuti kembali seperti yang saya alami pada 2016 dulu," ujar SBY.
Pada 2016 lalu, massa melakukan demonstrasi terkait pernyataan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok lantaran dianggap menistakan agama Islam. Terjadi gelombang aksi besar di Ibu Kota dan sempat terjadi keticuhan. SBY belakangan dituding ada di balik aksi tersebut. Tentu saja, SBY pun membantahnya.
Mendapati informasi bahwa dirinya difitnah, SBY pun bertemu dengan Menko Polhukam saat itu Wiranto, koleganya semasa menjadi TNI. Menurut SBY, Wiranto membenarkan bahwa ada tuduhan tersebut yang disampaikan ke Jokowi.
Tak berhenti di Wiranto, SBY juga bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), yang pernah menjadi wakilnya semasa menjadi Presiden. Sama seperti Wiranto, JK juga membenarkan adanya tuduhan pada SBY tersebut.
Hingga akhirnya, pada 2017 SBY berkesempatan menemui Jokowi. Kesempatan ini dimanfaatkan SBY untuk mengklarifikasi tuduhan yang dialamatkan pada dirinya terkait aksi 411.
"Pak Jokowi menjawab dengan hati hati: Saya kan tidak semudah itu Pak SBY percaya, tapi saya sudah mengerti kok semuanya," kata SBY mrnirukan ucapan Jokowi.
Setelah itu, SBY pun menyampaikan pada Jokowi bahwa ia yang merupakan Prajurit TNI sempat merasa sakit hati saat dituduh ingin merusak dan mengganggu negara.
"Sedih lho pak saya, sakit hati saya Pak Jokowi. Bapak suatu saat akan seperti saya, kembali ke masyarakat luas, enggak punya kekuasaan enggak punya power kemudian dituduh seperti itu. Sakit, mudah mudahan bapak tidak," kata SBY menirukan ucapannya pada Jokowi.
Namun setelah itu, SBY memilih tak melanjutkan perkara itu dan menganggapnya sudah selesai. Ia belajar bahwa selalu ada orang yang ingin mendapatkan kekuasaan mendapatkan pujian dengan cara menjatuhkan orang lain.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Menko Airlangga Hartarto sempat menuding banyaknya gerakan aksi demo yang menentang disahkannya Omnibus Law UU Ciptaker karena disponsori oleh seseorang.
"Sebetulnya pemerintah tahu siapa behind (di belakang) demo itu. Jadi kita tahu siapa yang menggerakkan. Kita tahu siapa sponsornya, kita tahu siapa yang membiayainya," kata Airlangga, Kamis (8/10).
Airlangga mengeklaim bahwa UU sapu jagat ini didukung oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk kalangan buruh. "Jadi pemerintah tidak bisa berdiam hanya untuk mendengarkan mereka yang menggerakan demo dan jumlah federasi yang mendukung UU Ciptaker ada empat federasi buruh besar," katanya.
Kemudian pada Kamis (8/10) malam harinya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD langsung menyebut pemerintah bakal memproses hukum pelaku dan aktor-aktor yang menunggangi demonstrasi dengan tindakan anarkistis dan kriminal di sejumlah daerah.
"Pemerintah melakukan proses hukum terhadap semua pelaku dan aktor yang menunggangi atas aksi-aksi anarkis yang sudah berbentuk tindakan kriminal," ucap Mahfud saat konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis malam.
Pihak kepolisian langsung merespons dengan berjanji bakal mengusut sponsor aksi unjuk rasa atau demonstrasi menolak UU Ciptaker yang berakhir dengan kerusuhan. Polisi juga bakal mendalami adanya dugaan-dugaan terkait sponsor atau dalang dari aksi demonstrasi tersebut.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Awi Setiyono menyatakan saat ini pihak Kepolisian telah membuat tim khusus untukmemburu pihak sponsor dan aktor intelektual dalam aksi tersebut.
"Kami sedang dalami itu, kita kan bukan bicara soal a, b atau c ya. Tetapi kita perlu alat bukti," kata Awi di Jakarta, Jumat (9/10)
Artinya, kata Awi, pihaknya tidak ingin berspekulasi apa pun sebelum adanya bukti. Setidaknya harus ada minimal dua bukti untuk membawa seseorang ke pengadilan.
"Polisi harus membuktikan, minimal dua alat bukti baru bisa menggiring seseorang sampai ke pengadilan. Itulah tugas polisi untuk mengumpulkan bukti-bukti itu, tutur Awi.
Kemudian apakah pihak kepolisian akan memintai keterangan Airlangga, Awi mengatakan biarkan Bareskrim Polri dan Ditkrimum Polda Metro Jaya menyelidiki kasus tersebut dengan tuntas.
"Tentunya info tersebut bisa menjadi masukan untuk penyidik melakukan pendalaman," tegas Awi.