Selasa 16 Jun 2020 20:58 WIB

Novel Jawab Tudingan Matanya Rusak karena Salah Penanganan

Novel Baswedan jawab tudingan matanya rusak bukan karena siraman air keras terdakwa.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Penyidik KPK Novel Baswedan (tengah)
Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Penyidik KPK Novel Baswedan (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengomentari isi nota pembelaan atau pledoi kedua terdakwa penyerangan terhadap dirinya, dalam sidang di PN Jakarta Utara, Senin (15/6) kemari. Novel menilai, isi pledoi kedua terdakwa tidak berdasarkan pengetahuan dan membabi buta.

Salah satunya, terkait tudingan terdakwa dan tim pembelanya, yang menyebut kerusakan mata Novel bukan karena siraman air keras. Namun, karena ketidaksabaran dirinya dan kesalahan penanganan pascapenyiraman.

Baca Juga

"Yang tangani saya adalah dokter mata spesialis kornea yang terpapar bahan kimia yaitu Prof Donal Tan. Dalam beberapa rating yang bersangkutan adalah dokter kornea yang terbaik di dunia," tegas Novel dalam pesan singkatnya, Selasa (16/6).

Bahkan, Novel melanjutkan, jika bukan ditangani oleh salah satu dokter terbaik di dunia, maka kemungkinan besar kedua matanya akan buta. "Dan Alhamdulillah satu masih bisa walaupun terbatas dan yang satunya sebelah kiri sudah diupayakan tapi tidak tertolong juga," ujarnya.

Lebih lanjut Novel mengatakan, sejak awal ia tidak pernah menaruh harapan pada proses hukum ini.  Adapun, lanjut Novel, tindakannya melawan dan protes karena ia tidak mau membiarkan keadilan diinjak-injak. 

"Wajah hukum yang bobrok dipertontonkan dan ini mencederai keadilan bagi kemanusiaan di masyarakat luas," katanya.

Sebelumnya, penasihat hukum Rahmat Kadir Mahulette, Widodo mengatakan kerusakan mata penyidik KPK terjadi karena kesalahan penanganan pascapenyiraman. Ia mengatakan hal itu bukan karena serangan yang dilakukan kliennya.

Terdakwa tidak ada niat atau maksud untuk melakukan penganiayaan berat, kerusakan mata korban bukan akibat langsung dari penyiraman asam sulfat dicampur air, tapi kesalahan penanganan dalam proses selanjutnya," kata penasihat hukum Rahmat Kadir Mahulette, Widodo, saat membacakan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (15/6).

"Dalam proses persidangan terungkap kerusakan mata Novel Baswedan karena penanganan tidak benar yang diakibatkan sikap saksi korban sendiri yang tidak kooperatif dan tidak sabar terhadap perlakuan dokter-dokter di rumah sakit," ujarnya melanjutkan.

Menurut pengacara Rahmat, pada 11 April 2017 setelah mengalami serangan, Novel dibawa ke RS Mitra Keluarga Kelapa Gading. Di sana, oleh dokter IGD, mata Novel dicuci dengan air sehingga PH-nya menjadi 7 yang artinya sudah netral. "Tapi saksi korban mengatakan pihak RS tidak bisa diandalkan untuk merawat mata sehingga korban dirujuk ke Jakarta Eye Center sehingga seharusnya saksi korban diobservasi 10 hari lebih dulu, tapi malah dipindah ke Singapura karena keinginan keluarga bukan karena rekomendasi dokter yang merawat," ungkap pengacara.

Pengacara Rahmat mengatakan dokter juga menyayangkan sikap buru-buru yang dilakukan Novel Baswedan karena seharusnya Novel bersabar untuk diobservasi atau bila dipindah menurut saksi dokter Yefta seharusnya dibawa ke Sydney, bukan ke Singapura.

"Saksi korban juga tidak mengikuti petunjuk dokter Sendi Chandra untuk pembersihan mikrotik ke bola mata. Saat saksi korban dibawa ke JEC dalam kondisi baik dan yang dilakukan RS Mitra Keluarga sudah benar, tapi saat dibawa ke Singapura malah mengalami komplikasi sehingga penglihatannya menurun, jelas terbukti awalnya kondisi mata korban berhasil dinetralkan dari cairan asam sulfat sehingga daya perusaknya hilang, namun karena korban tidak kooperatif atas penanganannya dan justru dibawa ke Singapura, kedua mata yang netral malah mengalami kerusakan," jelasnya.

Atas kerusakan kedua mata Novel tersebut, menurut pengacara bukan akibat langsung dari penyiraman tapi penanganan yang berbeda-beda. "Asam sulfat yang sudah diencerkan dengan air juga tidak menimbulkan daya destruktif tapi memang bersifat korosif, dan untuk menetralkannya dapat menggunakan air," tambah pengacara.

Pengacara juga menilai visum et repertum nomor 03/VER/RSMKKG/IV/2017 yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Mitra Keluarga pada 24 April 2017 tidak menunjukkan kerusakan mata Novel itu sendiri. "Visum et repertum dibuat 13 hari setelah terjadi dan tidak berisi derajat kerusakan tapi hanya potensi sehingga tidak bisa menunjukkan kerusakan itu sendiri, namun hanya potensi dan berdasarkan yurisprudensi, visum et repertum tidak mengikat majelis hakim jika bertentangan dengan keyakinannya sehingga unsur penganiayaan berat tidak terbukti," ucap pengacara.

Dalam nota pledoinya, pengacara juga mengatakan penyiraman dilakukan Rahmat terhadap tubuh saksi korban.  "Karena mengenai baju saksi korban terkena wajahnya hanya sebab efek atau akibat yang tidak dituju karena dari keterangan saksi Ronny Bugis motor sempat oleng ke kanan pada saat terdakwa menyiramkan air aki dengan menggunakan tangan kiri, sehingga posisi tangan dapat terangkat lebih ke atas namun dengan adanya fakta baju saksi korban basah dan menyebabkan panas di tangan ketika dipegang hal itu membuktikan penyiraman dilakukan terhadap tubuh saksi korban," ujar pengacara menambahkan.

Pada Kamis (11/6) lalu, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette selaku dua orang terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan dituntut 1 tahun penjara. Jaksa menilai keduanya terbukti melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka-luka berat.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement