REPUBLIKA.CO.ID, oleh Kamran Dikrama, Fergi Nadira B, Reuters
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melontarkan 'serangan' terhadap China terkait pandemi corona (Covid-19). Yang terbaru adalah klaim bahwa pemerintahannya sedang menyelidiki apakah virus corona baru (SARS-Cov-2) penyebab Covid-19 berasal dari sebuah laboratorium di Wuhan, China.
“Kami sedang melakukan pemeriksaan yang sangat teliti terhadap situasi yang mengerikan ini,” kata Trump saat ditanya awak media di Gedung Putih tentang laporan virus yang "bocor" dari laboratorium di Wuhan pada Rabu (15/4).
Trump pun sempat ditanya apakah dia telah mengangkat isu tersebut saat melakukan pembicaraan dengan Presiden China Xi Jinping. “Saya tidak ingin membahas apa yang saya bicarakan dengannya tentang laboratorium. Saya hanya tidak ingin membahasnya. Itu tidak pantas saat ini,” ucapnya.
Dalam sebuah wawancara dengan Fox News, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengklaim, Covid-19 berasal dari Wuhan. Dia menyebut terdapat Institute of Virology beberapa mil dari pasar basah Wuhan, tempat yang diyakini menjadi sumber penularan virus.
“Kami benar-benar memerlukan Pemerintah China membuka diri dan membantu menjelaskan bagaimana sebenarnya penyebaran virus ini. Pemerintah China perlu berterus terang,” kata Pompeo.
Wuhan Institute of Virology, pada Februari lalu, telah membantah desas-desus bahwa SARS-Cov-2 mungkin telah disintesis secara buatan di salah satu laboratoriumnya. Pihak laboratorium pun menepis rumor bahwa terdapat kebocoran. Konsensus ilmiah secara luas menilai bahwa virus corona baru berasal dari kelelawar.
Pada hari ini, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Zhao Lijian mengatakan tidak ada bukti bahwa virus SARS-Cov-2 penyebab Covid-19 dibuat di laboratorium. Zhao mengungkapkan, para pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan secara berulang tak ada bukti bahwa SARS-Cov-2 merupakan hasil sintesis atau buatan.
"(WHO) telah mengatakan berkali-kali tidak ada bukti bahwa virus korona baru dibuat di laboratorium,” ujarnya dalam pertemuan pers pada Kamis (16/4).
Saat ini terdapat lebih dari dua juta kasus Covid-19 di seluruh dunia dengan korban meninggal melampui 136 ribu jiwa. AS menempati posisi pertama negara dengan infeksi dan kematian tertinggi di dunia. Negeri pimpinan Donald Trump itu memiliki 644.089 kasus. Sementara itu, korban meninggal dunia di AS mencapai 28.529.
Italia mencatat 21.645 korban meninggal dunia akibat virus, dan 165.155 kasus infeksi positif di seluruh negara. Pemerintah Italia telah memberlakukan perpanjangan masa karantina wilayah demi mengekang laju persebaran virus. Relawan dokter dari berbagai belahan dunia juga membanjiri negara tersebut.
Spanyol tercatat sebagai negara dengan jumlah kasus paling banyak kedua setelah AS, yakni sebanyak 180.659, dan kematian sebanyak 18.812 jiwa. Prancis memiliki 147.863 kasus infeksi Covid-19, dan 17.167 kematian.
Sementara Jerman memiliki 134.753 kasus infeksi Covid-19, dan 3.804 kematian. Sementara, Inggris memiliki 98.476 kasus dengan 12.868 kematian.
Negara-negara Eropa ini kini melampaui China dalam jumlah kasus dan kematian akibat virus. Adapun, jumlah total kasus yang dikonfirmasi di seluruh China daratan kini mencapai 82.249. Sementara, pasien meninggal dunia akibat Covid-19 mencapai 3.341.
Wuhan sebagai wilayah episentrum pertama penyebaran corona saat ini sudah mulai melonggarkan kebijakan karantina total (lockdown). Namun, pada awal pekan ini China masih melaporkan 89 kasus baru Covid-19. Komisi Kesehatan Nasional China mengatakan, hampir semua pasien terdeteksi tanpa gejala dan merupakan kasus impor.