Jumat 29 Nov 2019 14:56 WIB

Bima Arya Nilai Presiden Dipilih MPR Merupakan Kemunduran

Jika Pemilu masih banyak permasalahan, jangan justru rebut hak warga berdemokrasi

Rep: Nugroho Habibi/ Red: Esthi Maharani
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Foto: Dok Istimewa
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menilai mengembalikan sistem pemilihan presiden (pilpres) ke MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) merupakan kemunduran demokrasi. Menurutnya pemilihan presiden yang langsung dipilih oleh rakyat merupakan pondasi yang telah dibangun oleh bangsa ini.

"Bagi saya pemilihan langsung itu adalah suatu jalan kita. Jadi gak bisa jalan kembali mundur. Itu langkah mundur!" kata Bima di Kota Bogor, Jumat (29/11).

Bima menjelaskan jika pemilihan secara langsung masih banyak permasalahan, harusnya negara tak lantas mengembalikan pemilihan presiden kepada MPR. Ia mengatakan, langkah itu akan merebut hak masyarakat dalam berdemokrasi.

Ia menyatakan, pemilihan presiden secara langsung merupakan buah dari reformasi. Jangan sampai, masalah ketatanegaraan yang kurang rapi menjadikan sistem demokrasi disalahkan.

"Kalau usul saya kita harus memiliki kesabaran revolusioner. Harus sabar untuk menata," tegas Bima.

Sebelumnya, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menjelaskan aspirasi kiai NU soal  pemilihan presiden dan wakil presiden. Menurutnya, jika menimbang dan melihat mudharat dan manfaat pilpres langsung itu berbiaya tinggi. Terutama biaya sosial ada konflik yang sangat mengkhawatirkan dan mengancam.

Said Aqil mencontohkan seperti kejadian sewaktu Pemilu Serentak 2019 lalu. Dia mengatakan, para kiai dan ulama saat Munas di Pondok Pesantren Kempek Cirebon pada 2012, berpikir mengusulkan pilpres kembali kepada MPR RI demi kuatnya solidaritas persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement