Kamis 03 Oct 2019 23:38 WIB

Komnas HAM Ingin Masyarakat Paham Pelanggaran HAM

Pelanggaran HAM tidak hanya hak politik dan sipil, tetapi ekonomi, sosial, budaya.

Kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi baru-baru ini di berbagai daerah di Indonesia merupakan salah satu bentuk dampak kerusakan lingkungan yang melanggar HAM.
Foto: Antara/Bayu Pratama
Kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi baru-baru ini di berbagai daerah di Indonesia merupakan salah satu bentuk dampak kerusakan lingkungan yang melanggar HAM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Perencanaan, Pengawasan Internal dan Kerja Sama Komnas HAM Esrom Hamonangan mengharapkan masyarakat harus meluaskan pemahaman tentang pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Pelanggaran HAM tidak hanya tentang hak politik dan sipil, tetapi juga bisa mencakup masalah ekonomi sosial dan budaya.

"Mindset pemikiran orang bahwa pelanggaran HAM itu biasanya dipukuli, mahasiswa ditendang, terkait fisik. Ternyata ekonomi, sosial, budaya juga termasuk pelanggaran, selama ini hanya sipil dan politik," kata Esrom dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh Komite Penghapusan Bensin Bensin Bertimbel (KPBB) di Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (3/9).

Baca Juga

Esrom merujuk kepada peristiwa kerusakan lingkungan yang menurutnya masuk dalam kategori pelanggaran HAM, meski tidak masuk dalam pelanggaran berat.

Dia merujuk kepada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, tepatnya di pasal 9 ayat 3 yang memastikan bahwa masyarakat berhak atas lingkungan yang baik dan sehat.

Kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi baru-baru ini di berbagai daerah di Indonesia merupakan salah satu bentuk dampak kerusakan lingkungan yang melanggar HAM. Termasuk, polusi udara yang melanda kota-kota besar seperti Jakarta.

Menurut mantan kepala Bidang Pemantauan dan Kajian Kualitas Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu, kabut asap yang dihasilkan oleh karhutla maupun dari emisi kendaraan di kota besar mengandung partikulat berbahaya yang dapat membahayakan kesehatan.

"Sebagai salah satu penyumbang polusi udara, pemerintah masih belum bisa mengurangi emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan serta dari industri, baik yang kecil maupun besar serta asap dari pembakaran hutan dan lahan," kata Esrom.

Terkadang, dia mengatakan, peraturan sudah dibuat dengan baik tapi penerapannya di lapangan masih belum seketat yang diharapkan untuk membantu mengurangi polusi udara. Misalnya di Jakarta, yang akhir-akhir ini kualitas udaranya masuk dalam kategori terburuk di dunia.

"Langkah pencegahan terjadinya polusi juga masih minim meski sudah ditemukan, seperti memakai teknologi hibrida atau penggunaan gas, tapi semua strategi itu tidak didengarkan," ungkapnya.

Karena itu, jika masyarakat merasa dirugikan oleh kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitarnya maka bisa melakukan pelaporan ke Komnas HAM. "Untuk selanjutnya diproses pengaduan tersebut," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement