REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Merasa terkepung dari berbagai penjuru, tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan keterangan atas kekecewaannya terhadap terus bergulirnya revisi UU tentang KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (13/9) malam. Tiga pimpinan yakni Ketua KPK Agus Rahardjo dan dua Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif serta Saut Situmorang.
"Pertama kami sangat prihatin kondisi pemberantasan korupsi semakin mencemaskan. Kemudian KPK rasanya seperti dikepung dari berbagai macam sisi," kata Agus dalam sambutannya kepada para pegawai KPK.
Menurut Agus, kecemasannya tersebut pun sudah ia sampaikan ke Presiden Joko Widodo. Namun, apa daya Presiden telah secara resmi mengirimkan surat kepada DPR yang menyebutkan bahwa Presiden sepakat untuk membahas ketentuan revisi UU KPK bersama DPR.
"Presiden sudah kirim ke DPR, DPR setuju, kalau Paripurna juga setuju, KPK wajib tidak melawan," kata Agus.
Agus mengungkapkan, hal yang dicemaskan lantaran sampai kini lembaga antirasuah belum menerima draft RUU KPK. "Sampai hari ini kami draf yang sebetulnya saja tidak tahu. Rasanya membacanya sepeti sembunyi-sembunyi," tutur Agus.
"Saya juga dengar rumor dalam waktu yang sangat dekat akan kemudian diketok, disetujui," tambah Agus.
Oleh karenanya, KPK terus mempertanyakan apakah ada kegentingan atau kepentingan yang mengharuskan terburu-burunya RUU KPK disahkan. "Poin kami yang paling utama adalah tentang UU, kami ini kalau ditanya anak buah, seluruh pegawai, kami tidak tahu isi UU tersebut. Bahkan kemarin kami menghadap ke menkumham sebenarnya ingin mdapatkan draf UU resmi itu seperti apa, nah kemudian pak Menteri menyatakan nanti akan diundang," tutur Agus.
Oleh karena itu terhadap UU, para pimpinan KPK mengaku sangat prihatian dan menilai langkah ini adalah untuk melemahkan KPK. "Terus terang penilaian yang masih sementara, tapi kami mengkhawatirkan itu, kepentingan yang paling penting sebenarnya, kami selalu tidak bisa jawab isi UU itu apa setiap ada anak buah yang bertanya kami tidak bisa jawab," ujar Agus.