REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program digitalisasi pendidikan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dinilai sarat kejanggalan. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan lima kejanggalan program di era Menteri Nadiem Makarim itu terutama menyangkut tender pengadaan laptop chromebook.
Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini melakukan penyidikan terkait adanya korupsi dalam program yang menelan anggaran setotal Rp 9,9 triliun sepanjang 2019-2023 itu. ICW, melalui siaran persnya menyampaikan, pada 2021 bersama Komite Pemantau Legislatif (Kopel) sudah mewanti-wanti pemerintah soal program digitalisasi pendidikan tersebut.
“Kami saat itu mendesak agar Kementerian Pendidikan menghentikan, dan mengkaji ulang rencana belanja laptop di tengah pandemi Covid-19 ketika itu,” kata ICW yang dikutip dari laman resmi lembaga pemantau korupsi tersebut, Ahad (8/6/2025).
Dalam kajiannya, ICW menyampaikan lima hal yang menjadi dasar bagi kementerian untuk menghentikan dan mengevaluasi program belanja negara saat itu.
Pertama, menyangkut soal pengadaan laptop dan perangkat-perangkat teknologi informasi serta komunikasi untuk pelayanan pendidikan yang pada saat itu bukan prioritas. Karena menurut ICW, saat itu situasi nasional dalam keadaan darurat Covid-19. Kedua menyangkut soal penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik. Menurut ICW, penggunaan DAK tersebut menyalahi Peraturan Presiden (Perpres) 2020 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik.
Menurut ICW, penggunaan DAK Fisik semestinya berdasarkan dari pengusulan tingkat bawah atau pemerintah daerah. Namun dalam realisasi pengadaan laptop chromebook ketika itu, penggunaan DAK ditentukan oleh dan atas kebijakan kementerian.
“Penggunaan DAK seharusnya diusulkan dari bawah atau bottom up, bukan tiba-tiba diusulkan dan menjadi program kementerian,” begitu kata ICW. Dalam pencairan DAK, pun mengharuskan adanya daftar sekolah penerima bantuan yang menyampaikan kebutuhannya.
Namun dalam realisasi distribusi penerimaan laptop chromebook ketika itu, tak berbasis pada sekolah-sekolah mana yang membutuhkan, dan menyampaikan kebutuhannya. Selanjutnya, menurut ICW, dalam rencana pengadaan laptop chromebook ketika itu, tak berdasarkan pada proses tender melalui sistem informasi rencana umum pengadaan (SIRUP). Akan tetapi, pengadaan ketika itu dilakukan melalui metode pemilihan penyedia e-purchasing yang tak bisa diketahui oleh publik.
Keempat, dasar penentuan spesifikasi laptop yang diadakan mengharuskan sistem operasi atau OS Chromebook. Akan tetapi laptop dengan spesifikasi sistem operasi tersebut tak sesuai dengan kebutuhan. Terutama, menurut ICW, untuk sekolah-sekolah penerima bantuan yang berada di wilayah 3 T, tertinggal, terdepan, dan terluar. Karena di wilayah 3T tersebut penerimaan laptop chromebook tersebut tak berguna. Lantaran laptop tersebut berbasis pada jaringan internet.