REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta supaya Pimpinan KPK meminta klarifikasi jajaran pimpinan di struktural kedeputian penindakan. Klarifikasi tersebut terkait mandeknya proses administrasi perkara yang menjerat mantan wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut pimpinan KPK wajib memanggil Direktur Penyelidikan KPK Endar Priantoro, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Direktur Penuntutan KPK Bima Suprayoga, dan Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Rudi Setiawan.
"Ini terkait mandeknya proses administrasi hukum dalam perkara mantan wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy OS Hiariej," kata Kurnia dalam keterangan pers pada Rabu (24/4/2024).
ICW mengungkapkan urgensi pemanggilan pejabat kedeputian penindakan KPK. Tujuannya guna mengecek adanya pihak di internal KPK yang diduga memolorkan perkara yang melilit Eddy Hiariej.
"Penting dilakukan untuk menelusuri siapa pejabat yang sepertinya ingin menunda atau menghambat proses hukum Eddy pasca dikabulkannya putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," ujar Kurnia.
Bila ternyata ditemukan ada diantara mereka yang tidak patuh terhadap perintah pimpinan KPK, maka ICW merekomendasikan agar pihak tersebut segera dikembalikan ke instansi asalnya baik itu kepolisian atau kejaksaan.
"Selain itu, ICW juga meminta agar Dewan Pengawas memperhatikan proses administrasi surat perintah penyidikan dalam perkara mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM yang disinyalir berjalan lambat," ucap Kurnia.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata sempat mempermasalahkan lamanya penuntasan administrasi perkara yang menjerat mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej. Alex mengungkapkan pimpinan KPK sampai sekarang tak kunjung menerima surat perintah penyidikan (sprindik) baru menyangkut Eddy Hiariej.
"Belum sampai pimpinan," kata Alex dalam keterangannya pada Selasa (23/4/2024).
Alex merasa urusan administrasi itu mestinya tak memakan waktu lama. "Mestinya enggak ada kendalanya. Tinggal menyesuaikan putusan praperadilan saja apa susahnya," ujar Alex.
Sebelumnya, KPK menjamin tetap memproses perkara dugaan korupsi yang menjerat Eddy Hiariej lewat penerbitan sprindik baru. Hal ini menyusul kekalahan KPK di tahap praperadilan oleh Eddy Hiariej.
Hakim tunggal PN Jaksel Estiono diketahui menerima permohonan praperadilan yang diajukan oleh Prof Eddy dalam sidang pada Selasa (30/1/2024). Estiono memutuskan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Prof Eddy tidak sah.
Awalnya, Prof Eddy ditetapkan tersangka bersama "orang dekatnya" Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana. Mereka diduga menerima suap dari tersangka mantan Dirut PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan, senilai Rp 8 miliar.
Dalam perkara ini, Prof Eddy dua kali mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangkanya. Dalam praperadilan pertama, Prof Eddy mencabutnya untuk diperbaiki. Dalam permohonan kedua, Prof Eddy mengajukan permohonan sendiri atau tanpa Yosi dan Yogi sebagai sesama tersangka.
Kekalahan KPK terjadi lagi setelah hakim tunggal PN Jaksel Tumpanuli Marbun menerima gugatan praperadilan Dirut PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan untuk sebagian pada akhir bulan lalu. Tumpanuli memutuskan penetapan tersangka Helmut oleh KPK tidak sah. Helmut semula ditersangkakan sebagai penyuap Prof Eddy.
Seperti halnya Prof Eddy, ini permohonan praperadilan kedua oleh Helmut. Helmut sempat mengajukannya, namun dicabut belakangan.