Jumat 21 Jun 2024 20:06 WIB

Wakil Ketua KPK: Presiden tak Pernah Intervensi Perkara

Alex menyebut pimpinan KPK tidak pernah diundang ataupun dipanggil oleh presiden.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak pernah mengintervensi penanganan perkara di lembaga antirasuah tersebut. Menurutnya, semua penanganan perkara di KPK dilakukan secara independen.

“Apakah selama empat tahun, atau jalan lima tahun ini, saya dan pimpinan pernah diintervensi oleh Presiden? Saya sampaikan, Presiden sama sekali tak pernah mengintervensi penanganan perkara di KPK,” kata Alex dalam acara 'Mencari Pemberantas Korupsi: Menjaga Independensi, Menolak Politisasi' yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat (21/6/2024).

Baca Juga

Ia juga mengatakan, pimpinan KPK tidak pernah diundang ataupun dipanggil oleh presiden. Presiden dan pimpinan KPK hanya bertemu ketika acara Hakordia (Hari Antikorupsi Sedunia).

Dalam penjelasannya, ia menyebut bahwa Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, termasuk dari pengaruh Presiden.

“KPK adalah lembaga negara dalam rumpun eksekutif, bukan di bawah Presiden. Buktinya apa? Pimpinan KPK tidak disumpah oleh Presiden, tetapi pimpinan mengucapkan sumpah di depan Presiden selaku kepala negara,” ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, pimpinan KPK juga tidak bisa diberhentikan oleh Presiden dan hanya bisa berhenti jika mengundurkan diri serta memiliki masalah hukum. Ia pun menegaskan, kebebasan tersebut merupakan tanda bahwa pimpinan KPK bersifat independen.

Dalam kesempatan yang sama, ia juga membantah anggapan bahwa revisi UU KPK mempersulit gerak lembaga tersebut dalam memberantas korupsi. Menurutnya, tidak ada perbedaan antara UU yang telah direvisi dengan UU versi sebelumnya.

“Apa bedanya? Sama sekali tidak ada bedanya. Kalau dilihat dari tupoksi, bahkan ada penambahan di Pasal 6, yaitu fungsi dan tugas KPK melaksanakan eksekusi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” kata dia.

Ia mengakui memang terdapat penurunan jumlah perkara yang diselesaikan oleh KPK pada periode tahun 2019-2024 jika dibandingkan dengan tahun 2015-2019. Namun, penurunan itu bukan karena pengaruh revisi, melainkan karena adanya pandemi Covid-19.

“Dua tahun kita mengalami Covid-19. Artinya, SDM tidak bekerja optimal. Hanya 30-50 persen waktu itu selama dua tahun. Ada juga peralihan pegawai dari non-ASN menjadi ASN. Itu memakan waktu dua tahun. Di periode sebelumnya, tidak dialami kejadian-kejadian seperti itu,” kata.

Ia menegaskan, kinerja penindakan pada periode tersebut tidak berbeda jauh dengan periode sebelumnya. Seluruh organ-organ di dalam KPK bekerja bersama untuk melaksanakan tupoksi yang telah tercantum dalam undang-undang, yaitu penindakan, penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, termasuk dengan eksekusi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement