Rabu 04 Sep 2019 08:32 WIB

Dianggap Bermasalah, Capim KPK Tetap Dikirim Istana ke DPR

Kepala KSP Moeldoko menyatakan 10 nama capim KPK sudah disetujui Jokowi.

Rep: Dessy Suciati Saputri, Dian Fath Risalah, Arif Satrio Nugroho/ Red: Karta Raharja Ucu
Presiden Joko Widodo (tengah) menerima Pansel Capim KPK di Istana Merdeka Jakarta, Senin (2/9/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Presiden Joko Widodo (tengah) menerima Pansel Capim KPK di Istana Merdeka Jakarta, Senin (2/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menegaskan, 10 nama hasil seleksi Pansel Calon Pimpinan KPK sudah final dan disetujui Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jika ada dalam daftar itu yang dianggap bermasalah, menurut dia, hal itu menjadi kewenangan DPR dalam seleksi tahap akhir.

"Ya, sudah finallah," kata Moeldoko di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (3/9). Moeldoko menjelaskan, proses seleksi capim KPK tersebut dilakukan dengan berbagai masukan dan pertimbangan dari masyarakat. Presiden juga telah menyerahkan kepada Pansel Capim KPK untuk memilih calon yang kredibel.

Setelah kesepuluh nama tersebut diserahkan kepada Presiden, Presiden kemudian akan menyetorkan nama capim KPK kepada DPR dalam periode 14 hari setelah menerima surat resmi dari pansel. Kendati demikian, Moeldoko mengaku belum mengetahui kapan Presiden akan menyerahkan nama-nama capim KPK kepada DPR.

Terkait sejumlah nama capim KPK yang mendapat sorotan dan kritikan dari masyarakat, Moeldoko meminta agar masyarakat memercayakan kepada DPR. "Ya, nanti kan DPR yang akan milih lagi kan. Ada prosedurnya. Jadi, percayakan ke DPR lagi setelah itu," ujar dia.

photo
Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko.

Sebelumnya pada Senin (2/9) kemarin, Presiden Jokowi menerima Pansel Capim KPK di Istana Merdeka. Pansel memberitahukan nama-nama hasil seleksi ke Presiden. Di antara yang lolos adalah Komisioner KPK Alexander Marwata, anggota Polri Firli Bahuri, auditor BPK I Nyoman Wara, jaksa Johanis Tanak, advokat Lili Pintauli Siregar, akademisi Luthfi Jayadi Kurniawan, hakim Nawawi Pomolango, akademisi Nurul Ghufron, PNS Sekretariat Kabinet Roby Arya, dan PNS Kemenkeu Sigit Danang Joyo.

Ketua KPK Agus Rahardjo menaruh harapan penuh kepada Presiden Joko Widodo terkait seleksi capim KPK itu. Agus mengatakan bersyukur Presiden masih mau menerima saran dan koreksi, baik dari masyarakat maupun para tokoh.

"Oleh karenanya, KPK mengajak semua pihak untuk tetap mengawal dan menunggu 10 nama yang diajukan Presiden pada DPR secara resmi," kata Agus dalam keterangannya, Senin (2/9).

photo
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (kanan) bersiap menyerahkan nama capim KPK kepada Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Senin (2/9/2019).

Sebelumnya, telah disampaikan juga bahwa KPK menemukan sejumlah calon yang memiliki rekam jejak bagus. “Namun, memang ada sejumlah temuan juga yang kami sampaikan, misal tentang ketidakpatuhan dalam pelaporkan LHKPN. Kemudian, adanya dugaan pelanggaran etik, seperti dugaan perbuatan menghambat penanganan kerja KPK, dugaan penerimaan gratifikasi, dan catatan lainnya," ujar Agus.

Hingga kemarin, kerisauan terhadap nama-nama yang lolos tersebut masih terus mengemuka. Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan masih ada nama-nama bermasalah dari 10 calon pimpinan tersebut.

"Mereka berpotensi untuk menghambat atau bahkan menghancurkan pemberantasan korupsi," kata Asfina di Jakarta, Selasa (3/9).

Ia menjabarkan, dari 10 nama capim yang ada saat ini, ada yang ingin menghilangkan fungsi penyidikan KPK. Padahal, KPK ada justru untuk melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus korupsi.

Kemudian, ada juga capim yang berasal dari organisasi yang pernah menghambat proses pengungkapan kasus korupsi, tersangkut masalah etik, bahkan berniat menghilangkan operasi tangkap tangan (OTT). "Jadi bisa dibayangkan, OTT nggak ada, penindakan tidak ada, penyidikan dihilangkan. Jadi, sebetulnya apa yang tersisa dari KPK? Tidak ada," ujar Asfina.

photo
Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Karena itu, ia bersama Koalisi Masyarakat Sipil mendorong Presiden Jokowi untuk mempertimbangkan kembali sepuluh nama capim yang diserahkan pansel dan mencoret nama-nama yang diduga bermasalah. Presiden Jokowi juga diminta untuk mengevaluasi kinerja Pansel Capim KPK.

"Karena tidak mampu untuk menjaring capim KPK yang memiliki rekam jejak baik," kata Asfina.

Sementara itu, Koalisi Kawal Capim KPK menilai Pansel Capim KPK tidak mengindahkan masukan dari masyarakat dalam menyeleksi 10 nama tersebut. Perwakilan Koalisi Kawal Capim KPK Kurnia Ramadhana mengatakan, masukan yang tidak diindahkan, di antaranya adanya dugaan ketidakpatuhan pelaporan harta kekayaan, dugaan pelanggaran kode etik, dugaan memperlambat penanganan perkara, hingga dugaan penerimaan gratifikasi dari salah seorang capim yang lolos sampai tahapan akhir.

Komisi III DPR yang membidangi soal hukum berharap Presiden Joko Widodo segera menyerahkan nama-nama calon pimpinan KPK yang diloloskan. DPR ingin menyelesaikan seleksi capim KPK pada periode ini.

"Karena waktu untuk melakukan fit and proper test sudah sangat mepet," kata Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Herman Hery di Kompleks Parlemen Senayan.

photo
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (kedua kiri) didampingi anggota pansel memimpin tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Menurut Herman Hery, DPR akan mengesampingkan kontroversi seputar seleksi calon pimpinan yang terjadi. Herman mengatakan, DPR justru bekerja cepat agar polemik serta pro dan kontra seputar calon pimpinan lembaga antirasuah itu tak dibahas lagi.

Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin juga menyatakan, proses seleksi calon pimpinan KPK bisa dilakukan dalam waktu sepekan. Politikus Golkar itu menjelaskan, mekanisme pemilihan calon pimpinan KPK di DPR harus melalui paripurna.

Sebelum itu, terlebih dulu pembahasan dilakukan di tingkat badan musyawarah (bamus) dengan seluruh pimpinan partai. Kemudian, diteruskan pada komisi yang ditunjuk, dalam hal ini komisi teknis masalah hukum adalah Komisi III.

"Kalau surat itu belum masuk dalam proses paripurna di DPR, dan komisi III belum delegasi-delegasi, maka kami belum bisa jalan," ujar Aziz.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement