Selasa 20 Aug 2019 14:02 WIB

Hoaks Pemicu Kericuhan di Manokwari Disebar Via Whatsapp

Ada dua hoaks yang berkembang dan menjadi pemicu kericuhan di Manokwari.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Kondisi bangunan yang terbakar pascakerusuhan di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/02/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Kondisi bangunan yang terbakar pascakerusuhan di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/02/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana Tugas (Plt) Kabiro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Ferdinandus Setu, menjelaskan dua macam informasi hoaks yang memicu terjadinya kericuhan di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8). Informasi hoaks itu beredar luas di WhatsApp Grup dan media sosial (medsos) lain. 

Ferdinandus menuturkan, informasi hoaks menyebar dari mulut ke mulut warga dan juga lewat medsos. Informasi hoaks di medsos, menurutnya memperkuat penuturan dari mulut ke mulut tadi.

"Informasi hoaks pertama, di Surabaya sudah terjadi penembakan oleh aparat keamanan dan menyebabkan satu mahasiswa Papua meninggal dunia. Hoaks kedua, bahwa seakan terjadi penculikan mahasiwa di Surabaya, " ujar Ferdinandus ketika dihubungi Republika, Selasa (20/8).

Dia menegaskan, kedua informasi tersebut tidak benar. Namun, keduanya menjadi sangat viral di medsos masyarakat setempat. 

"Hal inilah yang menyebabkan kami melakukan pelambatan akses internet (throttling) di sejumlah lokasi di Papua Barat dan Papua untuk mengantisipasi persebaran hoaks tadi, " lanjut dia.

Kemudian, Kemenkominfo mengidentifikasi bahwa persebaran dua informasi hoaks ini paling banyak terjadi lewat grup Whatsapp.  Meski demikian, ada juga yang diunggah lewat medsos lain.

Hingga saat ini,  kata Ferdinandus, tidak ada hoaks jenis baru. Pihaknya kini melakukan penelusuran terhadap oknum yang pertama kami mengunggah informasi hoaks ini di medsos.

"Yang kami sedang telusuri postingan pertama itu ada di WhatsApp. Kami bekerja sama dengan polri terkait hal ini. Kami lakukan penelusuran dan polisi melakukan penyelidikan terhadap siapa yang posting pertama. Kami hanya kirim akun-akun yang terkait," papar Ferdinandus.

Dia menambahkan, sejak Selasa pagi hingga saat ini, Kemenkominfo juga menyisir berita-berita yang menggunakan judul provokatif. Sebab, berita yang demikian banyak diposting kembali di medsos. 

"Memang ini berita ada faktanya tapi melebih-lebihkan. Maka kami akan lakukan penelusuran. Tapi kami belum akan lakukan pemblokiran ya terhadap yang provokatif tadi," ujarnya. 

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengatakan, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri masih mendalami sejumlah akun media sosial yang menyebarkan video berkonten provokasi yang diduga menjadi pemicu terjadinya kericuhan di Manokwari, Papua Barat.

"Akun tersebut menimbulkan kegaduhan di media sosial maupun (menyebabkan) tindakan kerusuhan yang dilakukan kelompok yang terprovokasi oleh diksi yang disampaikan dalam narasi tersebut," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Senin.

Menurut dia, video yang tersebar di internet menuding bahwa aparat telah melakukan tindakan diskriminasi terhadap para mahasiswa Papua. Dedi mengklarifikasi hal tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement