Senin 27 May 2019 13:59 WIB

Polri: Koalisi Masyarakat Sipil Bisa Laporkan Temuan ke TPF

Polri menyataan Kapolri telah membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) Aksi 22 Mei.

Rep: Mabruroh/ Red: Ratna Puspita
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo (tengah)
Foto: Republika TV/Wisnu Aji Prasetiyo
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mempersilakan Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan temuan terkait Aksi 22 Mei kepada Tim Pencari Fakta (TPF) yang telah dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Kepada TPF, koalisi juga bisa menyerahkan bukti-bukti temuan pelanggaran yang diduga dilakukan oleh anggotanya.

“Silakan bukti-bukti yang dimiliki dilaporkan ke TPF yang sudah ada untuk diinvestigasi,” kata Dedi saat dikonfirmasi Republika, Senin (27/5).

Baca Juga

Sebelumnya, koalisi Masyarakat Sipil memiliki 15 temuan pelanggaran yang dilakukan aparat di balik upaya meredam kericuhan dalam aksi 22 Mei. Termasuk dugaan adanya kekerasan yang dilakukan oleh oknum polisi.

koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari YLBHI, KontraS, LBH Jakarta, AJI, Lokataru Foundation, Amnesty, dan LBH Pers melakukan pemantauan saat kericuhan terjadi. Temuan-temuan itu dijadikan sebagai laporan awal untuk dilaporkan ke lembaga pengawas pemerintah yang ada.

Temuan terhadap peristiwa itu terkait dengan pecahnya insiden, korban, penyebab, pencarian dalang, tim investigasi internal kepolisian, indikasi kesalahan penanganan demonstrasi, penutupan akses tentang korban oleh rumah sakit, penanganan korban yang tidak segera.

Temuan berikutnya terkait dengan penyiksaan, perlakuan keji, tidak manusiawi dan merendahkan nartabat, hambatan informasi untuk keluarga yang ditahan, salah tangkap, kekerasan terhadap tim medis, penghalang-halangan meliput kepada jurnalis yang terdiri dari kekerasan, persekusi, perampasan alat kerja, perusakan barang pribadi. Temuan selanjutnya, yakni terkait dengan penghalangan akses kepada orang yang ditangkap untuk umum dan advokat, dan pembatasan komunikasi media sosial.

"Berdasarkan temuan-temuan di atas terdapat beberapa kesimpulan yang bisa ditarik, yaitu terindikasi adanya pelanggaran HAM dengan korban dari berbagai kalangan yaitu tim medis, jurnalis, penduduk setempat, peserta aksi dan dari berbagai usia," ujar perwakilan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, pada konferensi pers di Jakarta Pusat, Ahad (26/5).

Selain itu, Isnur menjelaskan, mereka juga menemukan adanya penyimpangan dari hukum dan prosedur dalam penanganan aksi tersebut. Hukum dan prosedur itu, di antaranya KUHAP, Konvensi Anti Penyiksaan, Konvensi Hak Anak, Perkap 1/2009, Perkap 9/2008, Perkap 16/2006 tentang Penggunaan Kekuatan, Perkap 8/2010, dan Perkap 8/2009. 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement