REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Isu pemakzulan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf jadi sorotan dunia tak terkecuali oleh media-media Israel. Poin risalah sidang harian Syuriyah PBNU yang menyimpulkan Gus Yahya mencoreng nama PBU karena mengundang tokoh pro-Israel juga menjadi perhatian.
The Times of Israel, media yang cenderung sayap kanan, mengutip pemberitaan Reuters soal hal tersebut. Media itu menyoroti bahwa pemakzulan dikaitkan dikaitkan dengan undangan Staquf kepada mantan pejabat dan pemikir AS Peter Berkowitz untuk menghadiri acara pelatihan pada Agustus.
Media itu mengiyakan, Berkowitz sering menulis untuk mendukung kampanye Israel di Gaza. Ini termasuk artikel pada bulan September yang bertujuan untuk membantah tuduhan genosida terhadap Israel.
The Times of Israel menyinggung bahwa NU juga merupakan organisasi Islam terbesar di dunia dengan sekitar 100 juta anggota dan afiliasinya. Media itu menyinggung bahwa Indonesia, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, tidak memiliki hubungan formal dengan Israel dan secara rutin mengutuk tindakan Israel di Gaza.
“Meskipun tak memiliki hubungan diplomatik formal, Indonesia sebelumnya telah berkoordinasi dengan Israel mengenai pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza, dan tahun lalu dikatakan sedang mempertimbangkan normalisasi (dengan Israel) untuk bergabung dengan OECD,” tulis media itu.
Mereka juga menuliskan soal Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, dilaporkan secara luas pada bulan Oktober bahwa ia berencana mengunjungi Israel. “Sebuah sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada The Times of Israel bahwa ia awalnya menyetujui perjalanan tersebut tetapi membatalkannya setelah rencana tersebut bocor ke pers, karena khawatir akan penolakan dalam negeri.”
Indonesia sejauh ini juga merupakan salah satu negara yang telah berdiskusi dengan Amerika mengenai rencana pembentukan Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) di Gaza, yang meliputi Azerbaijan, Mesir dan Qatar.
Sedangkan Jerusalem Post menyoroti soal perlawanan Gus Yahya terhadap pemakzulan. “Staquf mengatakan dia ditunjuk untuk masa jabatan lima tahun dan tidak akan mengundurkan diri, menambahkan bahwa para pemimpin yang mengadakan pertemuan tersebut tidak memiliki wewenang untuk memecatnya,” tulis Jerusalem post mengutip media di Tanah Air.
Jewish News Syndicate (JNS) mengimbuhi artikelnya soal isu pemakzulan Gus Yahya dengan kemungkinan Indonesia menormalisasi hubungan dengan Israel. “Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, disebut-sebut sebagai kandidat yang mungkin untuk bergabung dengan Abraham Accords yang ditengahi AS,” tulis JNS.
Sejauh ini, polemik pemakzulan Gus Yahya di internal PBNU juga sepi dari pembahasan poin soal mengundang tokoh Zionis yang jadi kesalahannya. Hal itu hanya disinggung sekilas cendekiawan Nahdliyin, Nadirsyah Hosen yang kini tengah mengajar di Australia
"Tagline ingin 'menghidupkan kembali Gus Dur', nyatanya sikap kritis justru hilang sama sekali. Mengaku ingin 'governing NU', tapi tata kelola PBNU sendiri remuk redam. Mengibarkan bendera khittah, malah tercebur dalam kubangan dukung-mendukung Pilpres. Mengaku berkhidmat untuk bangsa, malah gaduh sendiri soal tambang. Bicara ingin membangun peradaban dunia, tapi yang diundang justru tokoh zionis perusak peradaban," tulisnya dalam unggahan di Facebook yang telah dikonfirmasi Republika.