Rabu 19 Nov 2025 16:39 WIB

Presiden Disarankan Bentuk Tim Reformasi Kejaksaan

Pembentukan Panja Kepolisian harus diikuti reformasi lembaga hukum lainnya.

Foto ilustrasi Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie bersama para anggotanya memberikan keterangan pers usai melakukan rapat perdana di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/11/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Foto ilustrasi Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie bersama para anggotanya memberikan keterangan pers usai melakukan rapat perdana di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/11/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Koalisi Masyarakat Sipil menilai reformasi  institusi penegak hukum tidak cukup hanya inisiasi DPR saja. Tetapi harus diikuti dengan pembentukan tim reformasi kejaksaan serta lembaga pemasyarakatan (lapas) oleh presiden, serta tim reformasi pengadilan oleh Mahkamah Agung (MA).

Anggota Koalisi Masyarakat Sipil dari Dejure, Bhatara Ibnu Reza, mengatakan, hal ini signifikan mengingat tidak mungkin penegakan hukum hanya mendorong reformasi Polri. Menurutnya, semua institusi penegak hukum tersebut merupakan bagian dari sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system). “Untuk itulah reformasi terhadap Polri, kejaksaan, peradilan dan  lapas menjadi sangat penting,” kata Bhatara, dalam siaran pers, Rabu (19/11/2025).

Seperti diketahui, Komisi III DPR yang membidangi Hukum sepakat untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) Reformasi Kepolisian, Kejaksaan dan Peradilan. Pembentukan panja tersebut didasarkan pada banyaknya keluhan masyarakat dalam mengakses keadilan di ketiga institusi penegakan hukum. Umumnya keluhan masyarakat tersebut adalah terkait dengan integritas aparat penegak hukum, minimnya keterbukaan informasi serta transparansi dan akuntabilitas.

Persoalan kekerasan aparat yang terjadi dalam berbagai kasus yang ditangani kepolisian, seperti unjuk rasa di beberapa tempat; kasus korupsi yang melibatkan jaksa Kejari Jakarta Barat Azam Akhmad Akhsya; penangkapan terhadap empat hakim di PN Jakarta Selatan yang memberikan vonis bebas kepada tiga korporasi besar dari kasus korupsi ekspor minyak kelapa mentah;  dan kasus terjadinya kekerasan seperti di Lapas Samosir, Sumatera Utara adalah sederet contoh lemahnya fungsi pengawasan terhadap keempat institusi peradilan pidana tersebut.

Menurut Bhatara, reformasi penegak hukum haruslah dibarengi dengan penguatan sejumlah komisi negara. Mereka yang menjalankan fungsi pengawasan terhadap penegak hukum agar tercipta check and balances, yang selama ini luput dari perhatian pemerintah dan legislatif. Penguatan komisi pengawasan itu di antaranya: penguatan Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan lainnya.

“Tidak mungkin hanya  memperbaiki penegakan hukum hanya dengan mendorong reformasi Polri, karena institusi-institusi tersebut merupakan kesatuan dalam criminal justice system,” kata dia. Karena itu, lanjutnya,  Koalisi Masyarakat Sipil, reformasi kejaksaan, reformasi pengadilan dan reformasi lapas menjadi penting. 

Langkah DPR membuat Panja Reformasi terhadap ketiga lembaga itu, kata dia, harusnya juga diikuti presiden dengan membentuk pula tim reformasi kejaksaan dan reformasi lapas, dan MA segera membentuk tim reformasi peradilan.

“Koalisi mendesak presiden untuk segera membentuk komite reformasi terhadap institusi kejaksaan dan  lapas serta bagi MA untuk membentuk reformasi peradilan sebagai mitra dari panja Komisi III DPR,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement