REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Kapal Pengawas Perikanan menertibkan 20 alat bantu penangkapan ikan (rumpon) yang dipasang secara legal. Lokasi penertiban berlangsung di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia (WPP-NRI) Laut Sulawesi, yang berbatasan dengan perairan Filipina.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Agus Suherman menuturkan, penertiban rumpon-rumpon itu dilaksanakan Kapal Pengawas (KP) Perikanan Orca 04 yang dinakhodai Kapten Eko Priyono. Selain itu, turut disertai KP Hiu 15 dengan nakhoda Aldi Firmansyah.
Proses penertiban atas empat rumpon dilakukan oleh KP Orca 04 sejak Rabu (10/4). Kemudian, pada Kamis (11/4) penertiban dilaksanakan atas 12 rumpon. Rumpon-rumpon itu ditemukan sekitar 1 mil laut yang termasuk wilayah perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Mereka dipasang tanpa izin serta diduga kuat dimiliki para nelayan Filipina.
Sementara, proses penertiban oleh KP Hiu 15 dilakukan pada 10 April 2019 atas empat rumpon yang dipasang sekitar 6 mil laut masuk ZEE Indonesia. Demikian pula, keempat rumpon itu tidak melalui perizinan serta diduga juga milik nelayan Filipina.
“Pemasangan rumpon-rumpon tersebut dilakukan tanpa izin dari pemerintah sehingga dikategorikan ilegal dan diduga dimiliki oleh warga negara Filipina,” kata Agus dalam keterangannya diterima Republika.co.id, Ahad (14/4).
Selanjutnya, 20 dua puluh rumpon tersebut dibawa dan diserahkan ke Pangkalan PSDKP Bitung, Sulawesi Utara.
Operasi penertiban rumpon tersebut merupakan hasil dari integrasi pengawasan dengan operasi udara (air surveillance), di mana data-data yang dihasilkan oleh operasi udara menjadi sumber informasi bagi Kapal Pengawas Perikanan untuk melakukan proses penertiban.
Penertiban rumpon-rumpon tersebut menambah jumlah rumpon yang telah ditertibkan di perairan perbatasan Indonesia-Filipina. Tercatat, sebanyak 29 rumpon ilegal yang diduga kuat milik warga Filipina telah ditertibkan sepanjang Januari sampai April 2019.
“Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 26/Permen-KP/2014 tentang Rumpon, setiap orang yang melakukan pemasangan rumpon di wilayah pengelolaan perikanan (WPP-RI) wajib memiliki surat izin pemasangan rumpon (SIPR),” ujar Agus.
Sebagai informasi, rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang di laut dan berguna untuk membuat ikan-ikan berkumpul di sekitar rumpon sehingga mudah ditangkap oleh kapal penangkap ikan.
Pemasangan rumpon oleh oknum warga Filipina di perairan Indonesia disinyalir dilakukan untuk meningkatkan hasil tangkapan mereka. Hal ini akan sangat merugikan nelayan Indonesia karena ikan-ikan akan berkumpul di area rumpon dan tidak masuk ke perairan Indonesia.