Selasa 05 Mar 2019 18:35 WIB

JK: KTP-El untuk WNA Sebagai Identitas Selain Paspor

Kewajiban WNA memiliki KTP-el hanya untuk WNA yang memenuhi persyaratan.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Jusuf Kalla
Foto: AP/ Olivier Matthys
Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengatakan, ketentuan pasal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan memang mengatur warga negara asing (WNA) wajib mendapatkan KTP elektronik khusus WNA.

Namun menurut JK, kewajiban itu hanya untuk WNA yang memenuhi persyaratan, yakni orang asing yang memiliki izin tinggal tetap dan telah berumur 17 tahun atau telah kawin atau pernah kawin. JK menilai keberadaan KTP-el bagi WNA asing sebagai identitas lain selain paspor.

"Biasanya paspor itu tidak dibawa terus-menerus kan karena disimpan. Tapi, dia perlu ID, identitas, karena itu dikeluarkanlah itu identitas itu. Apalagi kalau dia kerja setahun, masa, bawa paspor terus-menerus. Karena itu, (KTP-el) pengganti paspor dia sebenarnya," ujar JK saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (5/3).

Oleh karena itu, ia tidak menutup kemungkinan bahwa banyak WNA juga memiliki KTP-el. "Ini seperti saya katakan, ini diberikan ID, artinya tanda pengenal. Saya ingin ulangi, karena paspornya tidak dibawa terus," kata JK.

JK melanjutkan, yang terpenting bahwa WNA tersebut tidak memiliki hak suara untuk memilih meski telah memiliki KTP-el. Ia menegaskan, masuknya data WNA dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019 tak lain karena kesalahan administrasi di tingkat bawah. Menurut JK, kesalahan administrasi tersebut terjadi di tingkat bawah, baik di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) maupun Komisi Pemilihan Umum.

Menurut JK, kesalahan tersebut karena petugas dinilai belum familiar dengan KTP elektronik yang ditujukan untuk WNA. Akibatnya, data daftar penduduk pemilih potensial pemilu (DP4) yang berasal dari Kemendagri ikut memasukkan data KTP-el WNA.

Kesalahan juga ia nilai terjadi di tingkat petugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang kurang teliti melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) ke masyarakat. WNA yang memiliki KTP-el pun lolos masuk DPT. "Itu terjadi di bawah, kesalahan administrasi yang tidak bisa membedakan KTP untuk penduduk dengan KTP untuk orang asing," ujar JK.

Menurut dia, ke depan, desain KTP-el untuk WNA harus dibedakan dengan KTP-el untuk warga negara Indonesia. "Ya, setuju untuk membedakan," kata JK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement