Rabu 16 Aug 2017 21:00 WIB

KPK Pelajari Video Miryam Sebelum Pemeriksaan Internal

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mempelajari terlebih dahulu terkait pernyataan Miryam S Haryani dalam video pemeriksaan yang menyebutkan ada tujuh orang dari internal KPK menemui anggota Komisi III DPR RI sebelum melakukan pemeriksaan internal.

"Pemeriksaan belum kayaknya tetapi kami sudah dengar. Itu sedang kami pelajari. Nanti prosesnya kan selalu ada pengawasan internal," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/8).

Senada dengan Saut, Wakil Ketua KPK lainnya Alexander Marwata juga menyatakan hal yang sama bahwa KPK akan mengklarifikasi terlebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan internal tujuh orang dari KPK tersebut.

"Belum, itu kan perlu klarifikasi dahulu, tidak serta merta apa yang disampaikan di persidangan. Kalau cuma dari satu orang yang ngomong kan belum tentu juga kan?," kata Alexander.

Sebelumnya, pada video pemeriksaan Miryam pada saat masih menjadi saksi penyidikan kasus KTP-e yang diputar pada saat persidangan Miryam di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (14/8) disebutkan tujuh orang dari unsur penyidik dan pegawai salah satunya diduga setingkat direktur di KPK menemui anggota Komisi III DPR.

Saat itu Miryam diperiksa oleh dua penyidik KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik. Miryam saat itu menceritakan kepada Novel bahwa dirinya diberitahu oleh anggota Komisi III DPR

bahwa ada tujuh orang dari KPK yang memberitahu jadwal pemeriksaannya di KPK kepada anggota DPR RI. Selain itu, Miryam juga menceritakan bahwa dirinya diminta menyiapkan Rp2 miliar agar dapat di"aman"-kan.

Dalam video pemeriksaaan juga disebutkan Miryam mengaku diancam oleh politikus PDIP Masinton Pasaribu, politikus Partai Golkar Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo, politikus Partai Gerindra Desmond J Mahesa, politikus Partai Hanura Sarifuddin Sudding dan politikus PPP Hasrul Azwar.

Sebelumnya, Miryam didakwa menggunakan pasal 22 jo pasal 35 ayat 1 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar.

Jika terbukti bersalah dia bisa dijatuhi pidana penjara paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement