Senin 22 Oct 2018 17:24 WIB

Tak Puas Vonis Hakim, KPK Ajukan Kasasi Fredrich Yunadi

KPK menilai vonis Fredrich jauh dari tuntutan jaksa.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Terdakwa kasus perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik Fredrich Yunadi saat akan menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (28/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terdakwa kasus perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik Fredrich Yunadi saat akan menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (28/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan permohonan kasasi atas vonis terdakwa merintangi penyidikan kasus korupsi proyek KTP-elektronik Fredrich Yunadi, kepada Mahkamah Agung (MA). Fredrich telah divonis tujuh tahun penjara di tingkat banding.

"Benar, KPK telah ajukan Kasasi untuk FY. Secara lebih rinci argumentasi hukum dan fakta-fakta akan diuraikan pada memori kasasi nantinya," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi lewat pesan singkat, Senin (22/10).

Sementara itu, Jaksa penuntut umum KPK M Takdir Suhan mengatakan salah satu alasan pihaknya mengambil upaya hukum kasasi adalah vonis penjara Fredrich yang jauh dari tuntutan. Diketahui, Jaksa KPK menuntut Fredrich dihukum 12 tahun penjara. Salah satu alasan kasasi pidana badan," ujarnya.

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap terdakwa Fredrich Yunadi. Dengan demikian, vonis terhadap terdakwa kasus perintangan penyidikan KPK itu tetap 7 tahun penjara.

Fredrich divonis tujuh tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Fredrich juga diwajibkan membayar denda Rp 500  juta subsider 5 bulan kurungan. Putusan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu 12 tahun penjara dan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan. Fredrich terbukti menghalangi proses hukum yang dilakukan penyidik KPK terhadap tersangka mantan Ketua DPR Setya Novanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement