Kamis 20 Jul 2017 22:24 WIB

Vonis Terdakwa KTP-El Ungkap Aliran Dana ke Miryam dan Akom

Terdakwa kasus pengadaan KTP elektronik (KTP-el) Irman (kiri) dan Sugiharto (kanan) menunggu waktu persidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/7).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Terdakwa kasus pengadaan KTP elektronik (KTP-el) Irman (kiri) dan Sugiharto (kanan) menunggu waktu persidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertimbangan vonis majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam kasus korupsi KTP-Elektronik mengungkapkan rincian penerimaan uang untuk anggota DPR Miryam S Haryani, Markus Nari dan Ade Komarudin dalam proyek Kemendagri anggaran 2011-2012 tersebut.

"Yang diserahkan kepada Miryam S Haryani seluruhnya 1,2 juta dolar AS, yang diserahkan pertama 100 ribu dolar AS oleh Josep Sumartono sedangkan sisanya dilakukan terdakwa II Sugiharto kepada Miryam S Haryani melalui ibunya bertempat di rumah Miryam S Haryani," kata anggota majelis hakim Frangki Tambuwun dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/7).

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan anggota DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani menerima sejumlah 1,2 juta dolar AS, anggota DPR dari Fraksi Golkar Markus Nari menerima 400 ribu dolar AS atau Rp 4 miliar dan anggota DPR dari Fraksi Golkar Ade Komarudin mendapatkan 100 ribu dolar AS.

"Uang untuk Miryam S Haryani berasal dari Andi Agustinus, sedangkan jumlah uang yang diterima Terdakwa II Sugiharto dari Andi Agustinus seluruhnya 1,5 juta dolar AS yang diserahkan Vidi Gunawan, adik kandung Andi Agustinus melalui Josep Sumartono (staf Ditjen Dukcapil Kemendagri), selain itu terdakwa II juga menerima dari Paulus Tannos sejumlah 300 ribu dolar AS," tambah hakim Frangki.

Dari uang yang diterima Sugiharto itu, sebesar 400 ribu dolar AS diserahkan kepada Markus Nari. "Penyerahan uang ke Markus Nari bermula dari Markus menemui terdakwa I Irman di ruang kerjanya, pada waktu itu Markus Nari meminta Rp 5 miliar lalu terdakwa II meminta ke Anang S Sudihardja dan meminta kepada Vidi Gunawan untuk menyerahkan kepada terdakwa II. Uang selanjutnya diserahkan kepada Markus Nari di gedung tua dekat TVRI Senayan dengan mengatakan 'Pak ini titipan dari Pak Irman, cuma Rp 4 miliar tidak cukup Rp 5 miliar' dan dijawab Markus Nari 'Ya tidak apa-apa'," jelas hakim Frangki.

Pada Mei-Juni 2012, Sugiharto lalu menghadap Irman dengan mengatakan "Pak Irman tadi ada yang datang ke ruangan saya, tadi dia titip uang untuk Ibu Diah 300 ribu dolar AS, untuk Pak Irman 300 ribu dolar AS dan saya 100 ribu dolar AS".

"Seluruhnya dititip ke terdakwa II yang selanjutnya telah diserahkan ke bagian-bagian masing-masing yaitu kepada Diah Angraeni yang saat itu menjadi Sekretaris Kementerian Dalam Negeri sebesar 300 ribu dolar AS, Irman sebesar 300 ribu dolar AS dan Sugiharto sebesar 100 ribu dolar AS.

"Selanjutnya uang diserahkan ke Ade Komarudin melalui Drajat Wisnu Setiawan. Terdakwa I juga menerima dari terdakwa II sebesar 200 ribu dolar AS untuk kepentingan penalangan tim supervisi yang dikelola Suciati dan dari uang itu sebesar Rp50 juta untuk kepentingan diri terdawa I," tambah hakim Frangki.

Terkait perkara ini, Markus Nari dan Miryam S Haryani sudah menjadi tersangka sedangkan Ade Komarudin membantah penerimaan uang tersebut. Majelis hakim yang terdiri dari Jhon Halasan Butarbutar, Frangki Tumbuwun, Emilia, Anwar dan Ansyori Saifudin dalam perkara ini memvonis mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman 7 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar denda 500 ribu dolar AS dikurangi 300 ribu dolar AS dan Rp50 juta subsider 2 tahun kurungan.

Sedangkan terhadap mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp 400 juta subsider 1 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti 50 ribu dolar AS dikurangi pengembalian 30 ribu dolar AS dan Rp 150 juta subsider 1 tahun kurungan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement