Sabtu 07 Jul 2018 01:33 WIB

Bimanesh Klaim Sudah Ungkap Perbuatan Fredrich ke KPK

Bimanesh sebut tidak mau mengorbankan reputasi baik selama 38 tahun jadi dokter

Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus KTP elektronik Bimanesh Sutarjo usai mengikuti sidang lanjutan di Penggadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (6/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus KTP elektronik Bimanesh Sutarjo usai mengikuti sidang lanjutan di Penggadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (6/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis penyakit dalam di RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutardjo mengklaim dirinya yang mengungkap perbuatan advokat Fredrich Yunadi ke penyidik KPK. Ia mengaku telah bersaksi yang berguna bagi KPK untuk mengungkap perbuatan menghalang-halangi penyidikan yang dilakukan oleh Fredrich Yunadi.

Ini membuktikan bahwa tidak ada persengkongkolan antara saya dengan dia dalam perkara ini," kata Bimanesh dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (6/7).

Dalam perkara ini, Bimanesh dituntut 6 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai terbukti merintangi pemeriksaan Setya Novanto dalam perkara korupsi KTP-Elektronik (KTP-el). Sebagai pemohon 'justice collaborator' (JC), ia telah mengakui semua perbuatan saya kepada KPK dan juga kepada pengadilan ini.

"Saya tidak akan mengorbankan reputasi baik selama 38 tahun menjadi dokter dan abdi negara untuk sesuatu yang amat tercela melawan hukum," tambah Bimanesh.

Meski mengaku sebagai JC, namun Bimanesh melalui pengacaranya menilai bahwa kesaksian sejumlah saksi terhadap dirinya tergolong kesaksian palsu. "Pendapat penuntut umum semua didasarkan atas kesaksian palsu yang disampaikan oleh dokter Michael, para perawat IGD yaitu Suhaidi, Nana Triana dan Apri Sudrajat dan yang paling kasat mata adalah kesaksian palsu perawat Indri Astuti, yang mengatakan bahwa terdakwa telah memerintahkan memasang infus pura-pura, membuang surat rawat inap, memasang perban pada Setya Novanto," kata penasihat hukum Bimanesh, Wirawan Adnan.

Menurut Wirawan, Indri Astuti telah berbohong yaitu ketika mengatakan sedang mengukur tensi bahwa terdakwa mengambil alih alat atensi untuk diukur sendiri oleh terdakwa. Kebohongan lain, tambah Wirawan, adalah perihal tugas merawat Setnov pada 16 November malam yang menurut pengakuan Indri ia ditawari oleh dokter Alia padahal menurut saksi dokter Alia dan dokter Francia perawat Indrilah yang menawarkan diri.

Terhadap pledoi itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Roy Riadi menegaskan bahwa Bimanesh bukanlah JC. Pihak tidak menanggapi status JC terdakwa di tuntutan tapi hanya menanggapi di persidangan, apakah jujur atau berbelit-belit.

"Kami keberatan JPU dikatakan hanya mencari kebenaran formil tapi juga materiil dengan menghadirkan saksi di depan sumpah dan CCTV, majelis hakim juga sudah memberikan kesempatan untuk menghadirkan saksi meringankan dari pihak penasihat hukum," kata jaksa Roy.

Sedangkan mengenai keberatan penasihat hukum bahwa penuntut umum tidak membuktikan rekayasa kecelakaan yang dialami oleh Setya Novanto, jaksa mengatakan bahwa mereka memang tidak bertugas membutikannya. Pihaknya tidak mendakwakan rekayasa kecelakaan tapi rekayasa rawat inap walau punya hubungan kausalitas tapi ini sudah termaktub analisa yuridisnya.

"Sedangkan mengenai pernyataan perawat melakukan konspirasi dengan saksi-saksi lain, kami keberatan karena saksi memberikan keterangan di bawah sumpah bahkan Indri dengan menguraikan air mata menyampaikan tentang perbuatan terdakwa," ungkap Roy. Sidang putusan akan dibacakan pada 16 Juli 2018.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement