Rabu 25 Apr 2018 05:00 WIB

Pengamat: Seharusnya Setnov Dihukum Minimal 20 Tahun Penjara

Vonis Setnov cukup setimpal dengan uang pengganti dan pencabutan hak politik

Rep: Ali Mansur/ Red: Bilal Ramadhan
Terdakwa kasus tindak pidana korupsi KTP Elektronik Setya Novanto usai berdiskusi dengan penasehat hukum saat menjalani persidangan yang beragendakan pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (24/4).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus tindak pidana korupsi KTP Elektronik Setya Novanto usai berdiskusi dengan penasehat hukum saat menjalani persidangan yang beragendakan pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (24/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Setya Novanto (Setnov) telah divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim PN Tipikor Jakarta. Setnov juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Menurut majelis hakim, Setnov terbukti melakukan korupsi proyek KTP elektronik tahun anggaran 2011-2013. Pakar Hukum Pidana, Abdul Fickar Hadjar menegaskan, seharusnya hukuman Setnov harus lebih tinggi dari itu yaitu diberikan hukuman maksimal 20 tahun penjara atau seumur hidup.

Hal itu akibat peran yang dilakukan Novanto cukup dominan, jika ditelisik dari keterangan para terdakwa kasus KTP-el yang telah divonis bersalah. "Seharusnya dihukum maksimal paling tidak 20 tahun atau seumur hidup," tegas Abdul Fickar, saat dihubungi melalui pesan singkat, Selasa (24/4).

Abdul Fickar menambahkan, bahwa Departemen dalam Negeri (Depdagri), yaitu terdakwa Irman dan Sugiharto dan Andi Agustinus atau Andi Narogong menyatakan bahwa terdakwa yang akan mengorganisasikan terlaksananya proyek KTP-el. Hanya saja, Abdul Fickar juga menilai hukuman tersebut cukup setimpal, dengan adanya uang pengganti sejumlah 7,3 juta dolar AS dan pencabutan hak politik.

"Namun begitu, hukuman cukup setimpal terutama adanya uang pengganti sejumlah 7,3 juta dolar AS dan pencabutan hak politik," tukasnya.

Sebelumnya, dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai perbuatan mantan Ketua DPR RI itu tidak mendukung program pemerintah dan masyarakat dalam memberantas korupsi. Dalam perkara ini, Novanto dinyatakan terlibat dalam korupsi senilai Rp 2,3 triliun, ketika yang bersangkutan menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR.

Kemudian Setnov juga dinilai terbukti mendapat jatah 7,3 juta usd. Dia juga terbukti menerima jam tangan mewah bermerek Richard Mille seri RM 011 senilai 135 ribu usd dari proyek bernilai Rp 5,9 triliun tersebut. Atas perbuatannya, Novanto terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement