Selasa 17 Jan 2017 09:19 WIB

Akademisi: Monitoring Gunung Api di Indonesia Masih Rendah

Musibah erupsi gunung berapi di Indonesia (ilustrasi).
Foto: Antara/Irsan Mulyadi
Musibah erupsi gunung berapi di Indonesia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Dosen Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya (UB) Malang, Sukir Maryanto, menilai, monitoring terhadap gunung api atau volcano di Indonesia masih rendah, padahal potensi geothermol dari gunung api tersebut cukup besar.

"Indonesia belum menyadari potensi tersebut. Dari 123 gunung api (13,3 persen) dari keseluruhan gunung api di dunia, Indonesia menyimpan potensi geothermol sekitar 29 gigawatt atau 40 pesren dari potensi dunia, bahkan 80 persen dari 40 persen itu tersimpan di gunung api (volcano hosted geothermol)," kata Sukir Mulyono di Malang, Jawa Timur, Selasa (17/1).

Ia mengatakan Indonesia memiliki jumlah vulkano tertinggi, namun monitoringnya terendah. Sementara Jepang memiliki jumlah vulkano nomor dua di dunia, tetapi monitoringnya tertinggi di dunia dengan kesadaran dan pemahaman bencana telah diajarkan sejak TK.

Selain monitoring yang rendah, kata dia, piranti monitoring gunung api saja juga masih menggunakan teknologi tahun 1970-an dengan kondisi minimal, sehingga pemanfaatannya belum maksimal.

Sukir mengemukakan dari mega proyek pembangkit listrik 35 gigawatt yang dikebut pemerintah, geothermal ditarget mampu menyumbang 9 gigawatt. Selama ini geothermal (panas bumi) baru menyumbang 1.500 megawatt atau sekitar lima persen dari keseluruhan potensi yang ada.

Jumlah tersebut, lanjutnya, disumbang dari eksplorasi yang dilakukan di Gunung Kamojang (Jawa Barat), Dataran Tinggi Dieng (Jawa Tengah), Lahendong (Sulawesi Utara), Ulubelu (Lampung), Ijen (Jawa Timur).

Sukir mencontohkan, di Hawaii misalnya, geothermal telah memasok 20 persen dari keseluruhan kebutuhan listrik kawasan tersebut. Ad beberapa pemain geothermal Indonesia, seperti Star Energy, Medco Energy, PGE (Pertamina Geothermal Energy), Chevron, HiTay Holdings Turki. Untuk Jawa Timur, eksploitasi panas bumi di Ijen dilakukan oleh Medco.

Menurut dia, eksplorasi dan eksploitasi geotermal merupakan aktivitas padat teknologi yang membutuhkan biaya tinggi, sehingga subsidi pemerintah masih sangat diperlukan. Dari aturan yang ditetapkan pemerintah, geotermal tidak masuk sebagai barang tambang, sehingga bisa digunakan baik langsung maupun tidak langsung.

Pemanfaatan geothermal langsung, di antaranya untuk agrifarm, sedangkan yang tidak langsung adalah pembangkit listrik. "Dalam waktu dekat ini kami akan membangun pusat penelitian volcano geothermol di Agrotechnopark milik UB di kawasan Cangar, Kota Batu," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement