REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengklarifikasi rekomendasi gubernur terkait pelaksanaan penimbunan pantai Teluk Palu. Klarifikasi ini menyusul adanya sorotan atas rekomendasi tersebut dalam pelaksanaan reklamasi.
"Poin akhir rekomendasi gubernur ditegaskan bahwa pelaksanaan reklamasi dapat dilakukan sepanjang telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," kata gubernur melalui Kepala Biro Humas dan Protokol Kantor Gubernur Ridwan Mumu di Palu, Ahad (17/4).
Dia mengatakan poin akhir tersebut mengandung arti bahwa bila pelaksanaan reklamasi belum sesuai ketentuan, maka belum dapat dilaksanakan."Kalau tidak sesuai, jangan dilaksanakan pembangunannya," katanya.
Selanjutnya, kata Ridwan, Pemerintah Kota Palu selaku pemberi izin merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas reklamasi itu."Dan pak gubernur sudah memintahkan Pemerintah Kota Palu agar menghentikan dulu proses reklamasi sebagai respon terhadap surat Menteri Dalam Negeri cq. Dirjen Bina Bangda," katanya.
Reklamasi Teluk Palu belakangan ini menjadi sorotan publik karena pemerintah kota setempat telah memberikan izin kepada PT. Yauri Properti Investama untuk melakukan reklamasi seluas 38,33 hektare dan PT. Palu Prima Mahajaya dengan luasan 24,4 hektare di Kelurahan Lere.
Penimbunan tersebut menelan investasi sekitar Rp 200 miliar untuk pembangunan kawasan wisata dan ekonomi. Berbagai bentuk protes pun juga telah dilakukan warga melalui demonstrasi melalui opini dan rapat dengar pendapat di DPRD Kota. Namun hingga kini penimbunan tetap berlangsung.
Ridwan mengatakan pemerintah provinsi bersama pemerintah Kota Palu telah melakukan rapat dan menyepakati penghentian sementara reklamasi Teluk Palu tersebut. Pertemuan itu dihadiri Wakil Gubernur Sudarto dan Wali Kota Palu Hidayat.
"Gubernur tidak alergi dikritik sepanjang kritikannya masuk akal sehat dan objektif sehingga diharapkan semua pihak dapat memberikan masukan dengan terlebih dahulu memahami permasalahan secara utuh dan benar, konstruktif dan obyektif," katanya.
Akademisi Fakultas Teknik Universitas Tadulako,Palu, Alamsyah Palenga MT mengemukakan reklamasi pantai tidak sejalan dengan produk hukum yang dibuat oleh pemerintah Kota Palu. Dimana, kata dia, Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 16 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tidak mendelinasi kawasan reklamasi pantai.
Selain itu, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) milik pemerintah Kota Palu yang merupakan produk hukum terpenting dalam penataan dan pemeliharaan lingkungan, tidak membenarkan adanya reklamasi pantai. Dengan demikian, kegiatan penimbunan pesisir pantai seluas 33,38 hektar dengan nilai investasi senilai Rp 200 miliar itu dinilai tidak sejalan dengan amanah perda RTRW.