REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Pekanbaru Provinsi Riau berpotensi menghasilkan energi listrik dari limbah sampah rumah tangga dan perusahaan yang dibuang tiap harinya.
"Dengan kondisi sampah saat ini seharusnya Pekanbaru bisa mendapatkan listrik 10-15 megawatt per hari," kata Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Pekanbaru Edwin Supradana, di Pekanbaru, Ahad (17/4).
Edwin menilai seharusnya masalah sampah di Pekanbaru bisa memberikan keuntungan tersendiri jika bisa diolah menjadi energi listrik. "Ini akan jadi energi terbarukan," katanya pula.
Namun hingga kini hal tersebut belum bisa terealisasi dikarenakan belum ada investor yang setuju membangun pembangkit listrik tenaga sampah di Pekanbaru walaupun pemkot setempat sudah membuka lebar-lebar investasi bidang kelistrikan sejak tahun 2012.
"Namun belum ada satu investor pun yang yakin dan siap melakukan," ujarnya lagi.
Terakhir, ujar Edwin, ada perusahaan dari Korea, Jepang, Amerika Serikat, dan Australia yang mencoba bertanya, bahkan mereka minta izin untuk melakukan "feasibility study". Namun titik cerah itu sampai sekarang belum nampak.
"Ada dua yang kini maju selangkah mencoba tetap untuk mempelajari investasi listrik sampah di Pekanbaru ini," kata dia.
Mereka saat ini lebih mendalami lagi sistem pengolahan sampah seperti apa yang akan diterapkan di Pekanbaru, yaitu pembakaran atau fermentasi.
Karena kalau sistem pembakaran kurang ramah lingkungan. Walau diakuinya beberapa kota di Indonesia seperti Bali, Palembang, Gresik, Bantar Gebang Bekasi sudah menerapkan teknologi pengolahan sampah menjadi energi alternatif berupa energi listrik dengan cara membakar.
Penggunaan teknologi pembakaran sampah untuk menghasilkan energi listrik juga sudah dikembangkan oleh PT Semen Indonesia (dulu PT Semen Gresik) dengan kapasitas pembakaran 240 ton per hari. Energi listrik yang dihasilkan disalurkan untuk kebutuhan operasional PT Semen Indonesia.
Teknologi pengolahan (pembakaran) sampah untuk menghasilkan energi alternatif berupa listrik sebenarnya sudah sejak lama diterapkan di negara-negara barat yang sudah maju teknologinya.
Di Indonesia penerapannya belum merata di seluruh wilayah, itu pun masih terjadi pro dan kontra seputar pembangunan pabrik yang mengolah sampah rakyat itu.
Pemanfaatan energi dengan membakar sampah menimbulkan polusi udara yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia di sekitarnya. Gas dioksin SO2 yang ditimbulkan dalam jumlah sekecil apa pun tetap bersifat toksik (beracun) bagi orang yang menghirupnya.
Dioksin selama ini diketahui sebagai penyebab penyakit kanker pada manusia. "Karena itu kami masih menunggu sistem apa yang akan dipakai para investor nantinya agar lebih hemat tetapi ramah lingkungan," katanya pula.