REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai persoalan memang terus menghadang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang 2015. Terakhir, KPK masih harus menghadapi revisi UU serta kehadiran pimpinan yang dianggap kurang pro pemberantasan korupsi.
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, menilai 2015 sebagai tahun paling berat yang harus dilalui KPK, sepanjang berdirinya lembaga pemberantasan korupsi tersebut. Menurutnya, penilaian itu dikarenakan persoalan-persoalan yang dihadapi dan terus menghadang KPK, datang lebih dari satu aspek.
"Tahun 2015 memang paling berat untuk KPK, hantaman datang dari segala penjuru," kata Tama kepada Republika, Jum'at (25/12).
Bahkan, ia mengira hantaman yang datang akan semakin kencang menghadang KPK, memasuki akhir tahun 2015 dan menjelang awal tahun 2016 nanti. Hal itu disebabkan persoalan tidak lagi hanya menimpa pimpinan, tetapi juga sudah menyerang para penyidik dan individu maupun kelompok yang mendukung KPK.
Tama menerangkan serangan kepada KPK sudah menyerang secara kelembagaan, yang tidak hanya pimpinan tapi juga mereka yang menjadi bagian penting dalam pemberantasan korupsi. Terlebih, lima pimpinan terpilih seakan belum bisa menunjukkan benteng kuat, untuk melindungi KPK sebagai sebuah institusi besar.
Pandangan lima pimpinan KPK terpilih yang dianggap kurang pro pemberantasan korupsi, dirasa akan menurunkan dukungan publik kepada KPK. Namun, Tama menekankan kepercayaan publik terhadap KPK akan tetap tinggi, sebagai sebuah lembaga yang bisa memberantas korupsi di Indonesia.