Selasa 16 Jun 2015 12:07 WIB

Capim KPK Harus Miliki Visi Pengembalian Aset dalam Penegakan Korupsi

Pakar tindak pidana pencucian uang Universitas Trisakti Yenti Garnasih.
Foto: Republika/Agung Suprianto
Pakar tindak pidana pencucian uang Universitas Trisakti Yenti Garnasih.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar tindak pidana pencucian uang (TPPU) Universitas Trisakti, Yenti Garnasih berharap calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki visioner pemidanaan TPPU dalam pemberantasan korupsi.

Salah satu panitia seleksi (pansel) KPK tersebut menegaskan, upaya pemberantasan korupsi selama ini hanya melulu berbicara pemidanaan. "Padahal ada juga hal penting yang tak boleh dilupakan oleh para penegak hukum. Yakni, asset recovery atau pengembalian aset (harta) kekayaan negara yang telah dikorupsi," kata Yenti di Jakarta pada Selasa (16/6).

Dia mengungkapkan, kelemahan yang muncul di KPK adalah terjadinya tebang pilih penggunaan pasal TPPU. "Jika berbicara komitmen pemberantasan korupsi adalah merampas hasil kejahatan. Jadi nanti, komisioner KPK harus menjalankan kesepakatan konvensi pemberantasan korupsi PBB, dalam kerangka pencegahan pemberantasan korupsi yakni turut menggunakan pasal TPPU," ujar Yenti.

Karena itu, menurut dia, sangat penting bagi para komisioner KPK agar paham pendekatan pengembalian aset dalam penanganan kasus korupsi. Dia melanjutkan, selama ini ini para penegak hukum kerap alpa dalam menggunakan pendekatan TPPU.

Apalagi, upaya pengembalian aset yang ditempatkan di luar negeri, aparat penegak hukum sering kesulitan untuk membawanya ke Indonesia. "Hal ini dikarenakan beberapa kendala, tetapi yang paling krusial justru di penegak hukumnya sendiri," kata Yenti.

Sementara itu, Steering Committee Member of Interpol Global Focal Point on Asset Recovery, Chuck Suryosumpeno menyatakan, penegakan hukum di Indonesia yang masih bersifat transaksional memiliki titik gelap dalam penanganan aset terkait hasil kejahatan.

"Kondisi ini lah yang membuka kemungkinan penyalahgunaan aset tersebut oleh penegak hukum yang menanganinya sehingga berpotensi terjadi double crime," kata Chuck.

Dia menerangkan, negara sudah saatnya menegakkan hukum yang optimal, di mana tidak hanya mampu menangkap dan menghukum pelaku kejahatan, tetapi juga mampu mengembalikan aset kepada korban kejahatan. "Penegakkan hukum model ini yang diyakini akan membuat para pelaku kejahatan terkait aset atau harta menjadi jera. Ini lah penegakkan hukum di era rezim pemulihan aset," ujarnya.

Rezim pemulihan aset, kata dia, menuntut para penegak hukum melaksanaan prinsip good governance di bidang pemulihan aset.  "Penegakan hukum di era rezim pemulihan aset memiliki nilai lebih daripada era pemenjaraan."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement