REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu mengatakan, Angkasa Pura II (AP II) telah melakukan pelanggaran karena memberikan dana talangan sebesar Rp 4 miliar kepada Lion Air. Hal ini juga melanggar persetujuan pemegang saham, karena anggaran AD/ART suatu perusahaan non keuangan tidak dibolehkan untuk memberikan dana talangan kemanapun.
"Tidak mungkin dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) ada pos pembiayaan untuk dana talangan, dan saya yakin betul terjadi pelanggaran," ujar Said ketika dihubungi Republika Online, Ahad (22/2).
Menurut Said, pelanggaran ini dapat dikenai sanksi pidana dan integritas direksi AP II perlu dipertanyakan, karena dengan gampang dapat mengeluarkan uang tanpa aturan. Seharusnya dana talangan diberikan oleh pihak ketika yakni lembaga keuangan dengan jaminan AP II melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Said mengatakan, dalam kasus ini sebetulnya AP II yang dirugikan oleh Lion Air, karena delay berkepanjangan sehingga membuat suasana bandara menjadi tidak kondusif.
"Dalam logika berbisnis, seharusnya Angkasa Pura minta ganti rugi sama Lion Air tapi kok malah kasih uang? kan Angkasa Pura yang punya rumah," ujar Said.
Said menegaskan, Kementerian BUMN harus dengan cepat mengambil sikap dan melakukan audit terhadap proses keputusan AP II memberikan dana talangan kepada Lion Air. Karena, dikhawatirkan masalah ini bisa menjadi precedent ke perusahaan BUMN lainnya.
Menurut Said, keputusan AP II memberikan dana talangan kepada Lion Air merupakan hal yang sangat aneh. Pasalnya, sesama perusahaan BUMN saja tidak dibolehkan untuk saling memberikan dana talangan dan harus melalui lembaga keuangan.
Selain itu, hal ini menunjukkan bahwa Lion Air memiliki masalah keuangan sehingga Kementerian Perhubungan harus segera melakukan audit terhadap maskapai penerbangan tersebut. Audit dilakukan untuk melihat kondisi finansial Lion Air demi kesehatan penerbangan di Indonesia.