REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho menuturkan, keberadaan peraturan daerah (perda) bermasalah saat ini sudah sedemikian masifnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh kajian atau evaluasi yang dilakukan sejumlah kementrian terhadap produk hukum yang telah dihasilkan.
Berdasarkan temuan Kementerian Keuangan pada 2009, dari 14 ribu perda yang ada, terdapat lebih dari 4.000 perda yang dinyatakan bermasalah dan harus dicabut.
"Namun, Kemendagri hanya mencabut seribu delapan ratus perda dari jumlah yang seharusnya direkomendasikan oleh Kemenkeu tersebut," kata Emerson di Jakarta, Ahad (21/12).
Tak hanya itu, kata dia, Kementrian PPN/Bappenas pada 2010 lalu bahkan mengidentifikasikan bahwa ada 3.091 perda bermasalah yang dihasilkan sepanjang periode 2001-2009.
Perda-perda tersebut telah diusulkan untuk dibatalkan atau direvisi karena dinilai menghambat ekonomi daerah.Di samping itu, evaluasi juga telah dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terhadap 2.285 perda yang lahir sepanjang 2002-2009.
Hasilnya, sebanyak 407 perda se-Indonesia dinilai bermasalah. Sebagai tindak lanjutnya, perda-perda tersebut harus dibatalkan oleh Kemendagri melalui Surat Keputusan (SK) Mendagri.
"Mendagri harus segera membatalkan perda-perda bermasalah tersebut, karena sebagian besar di antaranya juga berpotensi menimbulkan praktik korupsi di daerah-daerah," ujar Emerson.
Perda tersebut antara lain adalah Qanun No 14/2002 tentang Kehutanan Provinsi Nagroe Aceh Darussalam; Qanun No 15/2002 tentang Perizinan Kehutanan Provinsi nangroe Aceh Darussalam, dan; Perda No 12 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara Provinsi Sumatera Selatan.
Selain itu, ada lagi Perda No 5/2011 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Kabupaten Musi Rawas, dan; Perda No 12/2013 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Kota Samarinda.
Sampai sejauh ini, kata Emerson lagi, ada lima besar provinsi yang paling banyak dibatalkan perdanya oleh Kemendagri. Yaitu Provinsi Sumatera Utara sebanyak 180 perda, Jawa Timur 138 perda, Jawa Barat 115 perda, Sulawesi Selatan 97 perda, dan Jambi 94 perda.
Selanjutnya, disusul oleh Jawa Tengah sebanyak 86 perda, Kalimantan Timur 81 perda, Riau 80 perda, Kalimantan Tengah 75 perda, dan Sulawesi Tengah 68 perda.