Kamis 13 Nov 2025 16:13 WIB

7,3 Juta Konten Judol Ditutup, Komdigi Akui Modusnya Terus Berevolusi, Jangan Sampai Lengah!

Para bandar judi online berupaya mempertahankan bisnisnya dengan berbagai cara.

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Warga melintas di depan mural bertema cegah judi online di Kediri, Jawa Timur, Rabu (9/10/2024). Mural  karya Kapolsek Plemahan AKP Bowo Wicaksono yang memiliki hobi melukis tersebut sebagai upaya edukasi sekaligus mendukung pemerintah mencegah judi online kepada masyarakat.
Foto: ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani
Warga melintas di depan mural bertema cegah judi online di Kediri, Jawa Timur, Rabu (9/10/2024). Mural karya Kapolsek Plemahan AKP Bowo Wicaksono yang memiliki hobi melukis tersebut sebagai upaya edukasi sekaligus mendukung pemerintah mencegah judi online kepada masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menutup 7.390.258 konten judi online (judol). Penutupan dilakukan di berbagai platform media sosial sejak 2017 hingga 11 November 2025.

Direktur Strategis dan Kebijakan Pengawasan Ruang Digital Komdigi Muchtarul Huda mengatakan pemberantasan judol harus dilakukan secara masif dengan melibatkan seluruh lembaga negara serta partisipasi aktif masyarakat. “Judi online menjadi ancaman serius bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat lintas usia, bahkan hingga ke kalangan pelajar,” kata Huda di Bandung, Kamis (14/11/2025).

Baca Juga

Huda mengungkapkan mayoritas konten tersebut berasal dari situs beralamat IP, sedang sisanya ditemukan di layanan berbagi berkas dan media sosial seperti Meta dan YouTube. Menurut dia, upaya masif itu memberikan dampak positif terhadap penurunan nilai perputaran uang. Tercatat, jumlah deposit judi online pada 2025 berhasil ditekan hingga Rp24 triliun, turun dari Rp51 triliun pada tahun sebelumnya.

“Keberhasilan sejauh ini tidak boleh membuat kita lengah. Modus perjudian daring terus berevolusi. Karena itu, pendekatan hukum harus berjalan beriringan dengan penguatan regulasi, edukasi publik, serta kerja sama lintas sektor,” ujarnya.

Huda menyebut pemberantasan judol harus dilakukan secara masif dan melibatkan seluruh lembaga negara, termasuk partisipasi aktif masyarakat. “Karena judol dapat memunculkan berbagai masalah sosial, kriminalitas, serta tekanan ekonomi dalam keluarga. Maka, pemerintah telah menempatkan pemberantasan judi online sebagai prioritas nasional melalui Asta Cita Presiden Prabowo Subianto,” kata dia.

Kabid Perlindungan Data Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam), Erika, mengatakan para bandar judi online terus berupaya mempertahankan bisnisnya dengan berbagai cara. “Di bagian hulu, mereka membeli domain secara massal, melakukan unggahan anonim, hingga promosi iklan terselubung di berbagai konten digital,” kata Erika.

Promosi tersebut, kata dia, dilakukan secara terbuka maupun tertutup, bahkan hingga ke kolom komentar media sosial seperti aplikasi X atau saat siaran langsung. Oleh karena itu, Erika menilai pemerintah harus menyiapkan strategi khusus agar pemberantasan bisa lebih efektif.

“Dari hulu harus ada pemutusan domain dan hosting, kemudian perketat penegakan aturan iklan digital serta game link yang menyamar, padahal mengarah ke akun judi online,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement