Senin 03 Jun 2013 22:13 WIB

Alasan Terdakwa Kasus Proyek Flu Burung Soal Penunjukan Langsung

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penunjukan langsung dalam proyek pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam rangka wabah flu burung tahun anggaran 2006 dikatakan karena keperluan yang mendesak. Yaitu, wabah flu burung dikhawatirkan akan menyebar dari manusia ke manusia.  

Hal tersebut dikemukakan dari saksi Tatan Saefuddin ketika memberikan keterangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/6). Tatan menjadi saksi untuk terdakwa Ratna Dewi Umar. 

Tatan menjadi ketua panitia pengadaan dalam proyek pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam rangka wabah flu burung tahun anggaran 2006.

Ketika itu, Ratna bertindak sebagai sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek. Diakui Tatan, Ratna menjadikan alasan keperluan mendesak untuk melakukan penunjukkan langsung PT Rajawali Nusindo sebagai perusahaan pengadaan barang. 

Meski pun sudah ada arahan penunjukkan langsung, panitia tetap melakukan tahap pra-kualifikasi pengadaan barang. "Semacam pendamping untuk melihat harga pembandingnya," kata Tatan.

Sebagai pendamping, menurut Tatan, ada dua perusahaan, yaitu PT Biofarma dan PT Indofarma Global Medika. Pada tahap evaluasi penawaran, PT Rajawali yang akhirnya keluar sebagai perusahaan pengadaan barang. 

Ratna selaku PPK sudah menyetujui penunjukkan itu. Namun pada kenyataannya, pelaksana pengadaan barang itu adalah PT Prasasti Mitra. Dalam dakwaan jaksa, Direktur Utama PT Prasasti adalah Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo dan salah satu Direkturnya Sutikno.

Tatan baru mengetahui pelaksananya PT Prasasti setelah bertemu Sutikno. Ia dikenalkan oleh sekretaris panitia, Usman Ali. Dari keterangan Usman, kata Tatan, Sutikno sudah menghadap Ratna dan perusahaannya menjadi mitra PT Rajawali. Tatan kemudian mengeceknya pada Ratna. "Katanya betul, jadi dilaksanakan," kata dia.

Menurut Usman, Sutikno sudah membantu kinerja panitia sebelum tahap pra-kualifikasi. Ia mengatakan, nama perusahaan pendamping ada yang berasal dari Sutikno. Kemudian, panitia juga mendapatkan beberapa informasi spesifikasi teknis barang dari Sutikno. Dari informasi itu, kemudian panitia menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS). "Memang spek itu dari Sutikno sebagian," ujar dia.

Berdasarkan surat dakwaan jaksa, nama PT Rajawali hanya dipinjam oleh PT Prasasti. Pada pelaksanaan, PT Prasasti pun ada yang membeli barang dari perusahaan lain. Yaitu, PT Fondaco Mitratama, PT Airindo Sentra Medika, PT Kartika Sentamas, dan PT Meditec Iasa Tronica. Karena itu, dalam pengadaan ini, perusahaan-perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan.

Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut Ratna sudah menyalahgunakan kewenangannya sebagai KPA dan PPK. Karena, dalam pengadaan proyek di Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar itu, Ratna sudah melakukan penunjukkan langsung perusahaan pengada barang.

Hal ini bertentangan dengan Keputusan Presiden RI Nomor 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah. Ratna juga didakwa melakukan penunjukkan langsung pada tiga proyek pengadaan lainnya untuk tahun anggaran 2006 dan 2007.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement