Senin 24 Nov 2025 12:58 WIB

Ancaman Komputasi Kuantum Mengintai Sistem Digital Nasional, Apa Indonesia Siap?

Transisi menuju Post-Quantum Cryptography (PQC) menjadi krusial.

Forum diskusi yang digelar CTIS di Jakarta, pada Rabu (19/11/2025) dengan tema The Threat From Post-Quantum Computing Era. Cyber University sebagai The First Fintech University in Indonesia melihat keamanan computer kuantum sebagai tantangan yang harus segera diantisipasi.
Foto: Cyber University
Forum diskusi yang digelar CTIS di Jakarta, pada Rabu (19/11/2025) dengan tema The Threat From Post-Quantum Computing Era. Cyber University sebagai The First Fintech University in Indonesia melihat keamanan computer kuantum sebagai tantangan yang harus segera diantisipasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ancaman siber mengintai seiring dengan kemajuan pesat komputasi kuantum. Potensi peretasan sistem enkripsi modern oleh komputer kuantum mengharuskan Indonesia untuk segera bersiap menghadapi era pasca-kuantum. Hal ini menjadi sorotan utama dalam forum diskusi yang digelar CTIS di Jakarta, pada Rabu (19/11/2025) dengan tema The Threat From Post-Quantum Computing Era.

Rektor Cyber University, Gunawan Witjaksono menegaskan keberadaan komputer kuantum membawa ancaman serius terhadap keamanan informasi. Komputer kuantum mampu melakukan perhitungan jauh melampaui komputer konvensional. Cyber University sebagai The First Fintech University in Indonesia melihat ini sebagai tantangan yang harus segera diantisipasi.

"Komputer kuantum mungkin membutuhkan waktu panjang untuk benar-benar matang, tetapi perubahan ekosistem komputasi sudah berlangsung. Negara yang bersiap lebih awal akan memperoleh keunggulan," ujar Gunawan dalam rilis yang diterima, Senin (24/11/2025).

Gunawan menjelaskan komputer kuantum memanfaatkan qubit yang memungkinkan perhitungan paralel. Teknologi ini berpotensi mengakselerasi terobosan di berbagai sektor, namun juga dapat meruntuhkan sistem enkripsi yang melindungi perbankan, transaksi digital, komunikasi pemerintah, dan infrastruktur penting.

Transisi menuju Post-Quantum Cryptography (PQC) menjadi krusial. Negara yang sigap menyiapkan standar keamanan baru akan memimpin dalam ekonomi digital global. Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkuat kapasitasnya di bidang ini, dengan sejumlah perguruan tinggi yang mulai mengembangkan penelitian terkait optika kuantum, material kuantum, dan kriptografi kuantum. Kerja sama dengan lembaga internasional menjadi kunci untuk mempercepat riset dan penguatan sumber daya manusia (SDM).

Lembaga strategis seperti BSSN, perbankan, telekomunikasi, hingga sektor energi perlu segera memetakan ulang tingkat keamanan sistem mereka. Audit enkripsi dan peta jalan menuju teknologi keamanan baru harus dirancang dari sekarang.

Duta Besar RI untuk Amerika Serikat, Indroyono Soesilo menekankan pentingnya Indonesia menjadi mitra sejajar bagi industri digital Amerika Serikat, bukan hanya sekadar penerima teknologi. Ia mendorong dialog langsung antara ekosistem riset Indonesia, termasuk CTIS dan Cyber University, dengan perusahaan-perusahaan teknologi besar.

Ketua CTIS, Wendy Aritenang siap menjembatani kerja sama dengan perusahaan teknologi Amerika Serikat. Sementara itu, Prof Jarot Suroso, Sekjen IATI, menambahkan kekuatan cyber security bertumpu pada self guard, defense, dan offense. Ia meyakini Indonesia memiliki SDM yang kompetitif di bidang keamanan siber.

“Banyak talenta Indonesia yang diakui secara global. Bahkan pemerintah sudah melibatkan ahli dan praktisi terbaik untuk melindungi sistem digital nasional,” kata Jarot.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement