REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Seorang Komandan Angkatan Laut Prancis di Landivisiau, mengonfirmasi, jet tempur Rafale Angkatan Udara India (IAF) ditembak jatuh dalam pertempuran udara melawan Pakistan (PAF) pada Mei 2025. Diamengaitkan hasil tersebut bukan karena keunggulan teknologi jet tempur J-10CE China, melainkan karena penanganan Pakistan yang lebih baik dalam situasi pertempuran.
Kapten Jacques Launay mengatakan kepada para delegasi di konferensi internasional Indo-Pasifik, PAF "jauh lebih siap" ketika lebih dari 140 jet tempur saling berhadapan di udara pada malam 6-7 Mei 2025. "Situasinya sangat rumit, melibatkan lebih dari 140 jet tempur. Sangat mudah untuk menembak jatuh pesawat karena banyaknya target yang tersedia bagi kedua belah pihak. Pakistan menangani situasi rumit itu lebih baik daripada musuhnya," kata Kapten Launay dalam sebuah pengarahan di pangkalannya.
Launay mengungkapkan pendapat itu saat berbicara di hadapan 55 delegasi dari 32 negara pada konferensi Indo-Pasifik yang diselenggarakan oleh Institut Studi Lanjutan Pertahanan Nasional (IHEDN) bekerja sama dengan Direktorat Kementerian Eropa dan Luar Negeri, sebagaimana dilaporkan Geo News, Sabtu (22/11/2025). Menanggapi mengapa sistem radar Rafale gagal berfungsi dengan baik selama pertempuran, menurut Kapten, masalahnya lebih pada operasional daripada teknis.
"Tidak ada yang salah dengan mesin perangnya, tetapi mesinnya tidak digunakan dengan benar," jelasnya, seraya menambahkan bahwa "Rafale dapat bersaing dan mengalahkan J-10C China dalam situasi pertempuran apa pun."
Terdapat ketidakseimbangan yang mencolok dalam representasi regional di konferensi tersebut. India mengirimkan beberapa delegasi dari 32 negara ke pertemuan yang dihadiri 55 anggota, sementara Pakistan diwakili oleh seorang jurnalis senior. Ketimpangan kehadiran itu terlihat jelas, mengingat pertempuran udara antara kedua negara pada Mei 2025, menjadi topik utama analisis militer dalam konferensi tersebut.
Ketika seorang delegasi India menyela, mengeklaim laporan tersebut sebagai "disinformasi Chinak" dan tidak ada Rafale yang ditembak jatuh, Launay mengabaikan pernyataan tersebut dan melanjutkan analisisnya. Launay telah menerbangkan Rafale selama 25 tahun dan mengawasi operasi di pangkalan yang memiliki lebih dari 40 Rafale berkemampuan nuklir, 94 kapal perang angkatan laut, 10 kapal selam nuklir, dan 190 pesawat.
Dia telah berpartisipasi dalam operasi dari Timur Tengah hingga Afrika dan Eropa, dan baru-baru ini menjadi bagian dari uji coba rudal nuklir. Angkatan bersenjata di seluruh dunia telah melakukan studi tentang pertempuran udara India-Pakistan untuk mendapatkan wawasan tentang konflik di masa mendatang, memandangnya sebagai kesempatan langka untuk mengkaji kinerja pilot, jet tempur, dan rudal udara-ke-udara dalam pertempuran aktif.
Pemerintah India tidak pernah mengakui, jet tempurnya ditembak jatuh oleh Pakistan, tetapi konfirmasi terus bermunculan dari berbagai belahan dunia. Launay mengungkapkan, India kini tertarik untuk membeli Rafale versi angkatan laut (AL) yang mampu mendarat di kapal induk. Yang terpenting, Rafale AL dapat membawa rudal nuklir, dengan AL Prancis menjadi satu-satunya kekuatan di dunia yang dapat mengerahkan rudal nuklir dari kapal induk.
Para pilot India diperkirakan akan menerima pelatihan di Pangkalan Udara Angkatan Laut Landivisiau milik Kapten Launay, fasilitas yang sama tempat ia baru-baru ini berpartisipasi dalam uji coba rudal nuklir. Pangkalan tersebut menampung satu skuadron yang terdiri dari lebih dari 40 Rafale yang dipersenjatai dengan rudal nuklir dan berfungsi sebagai pusat pelatihan utama Prancis untuk penerbangan angkatan laut berkemampuan nuklir.