REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta membantah kabar penolakan rumah sakit terhadap warga Baduy yang menjadi korban pembegalan. Rumah sakit di Jakarta disebut tetap memberikan pelayanan kepada warga Baduy berinisial R (16 tahun) itu.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jakarta Ani Ruspitawati mengatakan, kabar penolakan rumah sakit terhadap warga Baduy itu tidaklah benar. Setelah dilakukan verifikasi dan koordinasi dengan sejumlah fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah Cempaka Putih dan Pulogadung, Dinkes memastikan penolakan tersebut tidak terbukti.
“Setelah kami lakukan verifikasi lapangan dan berkoordinasi langsung dengan pihak rumah sakit, hasilnya menunjukkan bahwa klaim penolakan tersebut tidak benar,” kata dia, Jumat (14/11/2025).
Menurut Ani, pihaknya telah berkoordinasi dengan beberapa rumah sakit, antara lain Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Cempaka Putih, RS Yarsi, RS Rojak, RS Evasari, dan RSUD Cempaka Putih. Berdasarkan pemeriksaan catatan administrasi serta hasil konfirmasi dengan manajemen, tidak ditemukan adanya data pasien dengan identitas sebagaimana diberitakan.
Manajemen RSIJ Cempaka Putih disebut telah menyampaikan pernyataan resmi bahwa tidak pernah merawat pasien tersebut. Tidak ada pasien atas berinisial yang tercatat menerima layanan.
Ani menjelaskan, berdasarkan hasil penelusuran menunjukkan pasien yang dimaksud telah mendapatkan penanganan awal di RS St Carolus. Yang bersangkutan kemudian mendapat pelayanan lanjutan di RS Ukrida, Jakarta Barat.
“Dugaan adanya penolakan muncul karena setelah penanganan luka awal, pasien diarahkan untuk melapor ke kepolisian guna keperluan visum. Prosedur ini merupakan bagian dari tata laksana standar pada kasus dugaan kekerasan, agar dokumentasi medis dapat digunakan sebagai bukti dalam proses hukum,” kata Ani.
Dinas Kesehatan juga telah menerima rekaman CCTV yang memperlihatkan proses pemberian layanan medis kepada pasien. Bukti visual tersebut memperkuat hasil verifikasi dan menggambarkan pelayanan yang diberikan.
Dalam kasus dugaan kekerasan, alur pelayanan medis dilakukan dengan menstabilkan kondisi pasien, mencatat serta mendokumentasikan luka secara lengkap, dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian bila dibutuhkan untuk proses visum.
“Kami mengimbau masyarakat dan media agar selalu memverifikasi kebenaran informasi melalui saluran resmi, serta memanfaatkan mekanisme pengaduan Dinas Kesehatan jika menemukan dugaan pelanggaran layanan,” ujar Ani.
Ia memastikan, seluruh fasilitas kesehatan di ibu kota memberikan pelayanan kepada masyarakat secara terbuka dan tanpa diskriminasi. Bahkan, ia menjamin seluruh warga memperoleh akses layanan kesehatan yang adil, aman, dan bermartabat.
Sebelumnya, seorang warga Baduy berinisial R menjadi korban pencurian dengan kekerasan. Korban mengalami kehilangan uang Rp 3 juta dan 10 botol madu dagangannya.
Peristiwa yang menimpa Repan itu terjadi di kawasan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat pada Ahad (26/10/2025) dan sempat viral di media sosial. Pasalnya, Repan yang menjadi korban justru tak mendapatkan pelayanan oleh salah satu rumah sakit di kawasan tersebut karena tidak memiliki KTP.
Wali Kota Administrasi Jakarta Pusat, Arifin, berharap tindak pembegalan yang dialami Repan dapat segera dituntaskan pihak Kepolisian. Ia mengaku akan mendukung upaya penegakan hukum atas kasus yang terjadi.
"Kami telah berkoordinasi dengan Polres Metro Jakarta Pusat untuk memastikan proses penyelidikan berjalan sesuai ketentuan. Kami berharap pelaku dapat segera ditangkap dan diproses sesuai hukum yang berlaku," kata dia.