REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Di tengah gegap-gempita wacana teknologi canggih dan AI yang makin riuh, ada tiga dosen dari Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) yang memilih jalan berbeda.
Mereka tidak sibuk membicarakan robot atau metaverse, tapi mengajari warga cara membuat biopori dan kompos dari sisa dapur. Namanya Indah Purwandani, Ety Nurhayaty, dan Lila Dini Utami.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Mereka datang ke Bojonggede bukan dengan laptop mahal, tapi dengan sekop, ember, dan mesin pencacah sampah organik.
Bersama komunitas Teman Lingkungan 07, tim ini melaksanakan Program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) yang didanai Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) tahun 2025.
Fokusnya sederhana tapi penting, yaitu mengubah cara pandang masyarakat terhadap sampah. Dari sesuatu yang biasanya dibuang, jadi sesuatu yang bisa diolah dan memberi manfaat.
Melalui pelatihan membuat lubang biopori, warga diajak menjaga daya resap tanah sekaligus mencegah genangan air. Lalu, lewat praktik pengolahan kompos, mereka belajar bahwa sisa sayur dan kulit buah bisa berubah jadi pupuk bernilai guna.
Puncaknya, warga diperkenalkan dengan mesin pencacah sampah organik sederhana, bukan sekadar alat, tapi simbol bahwa teknologi bisa lahir dari kebutuhan sehari-hari, bukan sekadar pamer inovasi.
“Melalui pengelolaan sampah yang kreatif dan ramah lingkungan, warga tidak hanya menjaga kebersihan lingkungan tetapi juga bisa memperoleh manfaat ekonomi dari hasil olahan organik,” kata Indah Purwandani, Ketua Tim Pelaksana, dalam keterangan Sabtu (1/11/2025).
Yang menarik, kegiatan ini bukan sekadar pelatihan teknis, tapi gerakan sosial kecil yang menumbuhkan rasa peduli terhadap bumi.
Dari sinilah terlihat, kampus tidak harus selalu bicara soal teori atau publikasi jurnal, tapi bisa hadir nyata di tengah masyarakat menggenggam cangkul dan menanam harapan baru di tanah yang sama.
UBSI sebagai Kampus Digital Kreatif lewat kegiatan ini membuktikan bahwa inovasi tak selalu harus bersinar di layar, kadang justru tumbuh dari tanah yang lembap dan tangan yang kotor oleh tanah kompos. Karena menjaga bumi bukan pekerjaan besar, tapi kebiasaan kecil yang dilakukan terus-menerus dengan niat baik.