Selasa 07 Oct 2025 20:07 WIB

Keluarga Korban Mushala Ambruk di Ponpes Al Khoziny Minta Proses Hukum Dijalankan

"Kalau memang ada pelanggaran hukum di situ, ada kelalaian manusia, harus diproses."

Rep: Wulan Intandari/ Red: Andri Saubani
Petugas berada di dekat kantong jenazah korban ambruknya mushala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso, Surabaya, Jawa Timur, Senin (6/10/2025). Hingga Senin (6/10) pukul 10.00 WIB, DVI Polda Jawa Timur menerima 50 kantong berisi jenazah korban serta 5 kantong berisi body part dan 10 di antaranya telah teridentifikasi serta telah diserahkan ke pihak keluarga. 
Foto: AP Photo/Trisnadi
Petugas berada di dekat kantong jenazah korban ambruknya mushala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Rumah Sakit Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso, Surabaya, Jawa Timur, Senin (6/10/2025). Hingga Senin (6/10) pukul 10.00 WIB, DVI Polda Jawa Timur menerima 50 kantong berisi jenazah korban serta 5 kantong berisi body part dan 10 di antaranya telah teridentifikasi serta telah diserahkan ke pihak keluarga. 

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Keluarga korban ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo meminta proses hukum tetap dijalankan seiring dengan upaya identifikasi korban yang masih berlangsung. Diketahui, BNPB telah mengumumkan bahwa semua korban meninggal telah dievakuasi.

"Untuk keluarga pada saat ini sangat terpukul sekali. Kita sangat kehilangan sekali pada anak kami," kata salah satu keluarga korban, Fauzi, warga asal Madura yang berdomisili di Depok, Jawa Barat saat ditemui di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya, Selasa (7/10/2025) malam.

Baca Juga

Anaknya, Toharul Maulidi (16) kelas 3 SMP menjadi korban selamat. Namun, empat keponakannya atas nama Albi, Ubaidillah, Haikal Ridwan, dan Muzaki Yusuf meninggal dunia.

Ia mempertanyakan kondisi sebelum insiden ponpes Al Khoziny ambruk, yakni mengapa masih ada aktivitas pengecoran di lantai atas, sementara di bawah ada santri yang sedang shalat. "Pada saat itu ada aktivitas ngecor di atas, dan di bawah ada yang shalat. Nah, itu kan SOP-nya dari mana? saya tekankan kalau memang ada pelanggaran hukum di situ, ada kelalaian manusia, dia harus diproses, siapapun itu. Tidak memandang itu status sosial siapa, hukum harus ditegakkan," ujarnya.

photo
Kondisi Tempat Kejadian Perkara (TPK) ambruknya mushola pondok pesantren Al Khoziny Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/10/2025). - (Wulan Intandari/ Republika)

Hingga saat ini, kata dia, keluarga belum menempuh langkah hukum secara langsung. Namun, ia berharap aparat penegak hukum segera menelusuri kasus tersebut tanpa menunggu seluruh proses identifikasi jenazah tuntas.

"Untuk sementara ini dulu. Kita harus bicarakan dengan keluarga. Tentunya aparat penegak hukum sudah ada reaktif untuk menelusuri itu. Untuk memeriksa pihak-pihak yang terlibat di sana," ucapnya.

Dalam kesempatan itu, ia juga menegaskan bahwa keluarga tidak ingin berspekulasi soal penyebab kejadian tanpa data yang valid. Pihak keluarga korban meminta agar semua informasi yang beredar tetap mengacu pada fakta lapangan.

“Kalau saya bicara, ya harus berdasarkan fakta. Jangan sampai ada bias,” ucapnya.

Sementara itu, Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya telah menerima total 62 kantong jenazah korban ambruknya Ponpes Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, hingga Selasa siang. Dari jumlah tersebut 17 jenazah sudah teridentifikasi dan diserahkan kepada pihak keluarga.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement