Jumat 12 Sep 2025 15:21 WIB

Pramono Tegaskan Keberadaan Tanggul Beton tak Boleh Ganggu Aktivitas Nelayan

Para nelayan harus merogoh kocek lebih dalam untuk melaut karena harus memutar.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Mas Alamil Huda
Pembangunan tanggul laut di perairan Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (11/9/2025).
Foto: Bayu Adji P/Republika
Pembangunan tanggul laut di perairan Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (11/9/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan tanggul beton di kawasan perairan Cilincing, Jakarta Utara, dikeluhkan para nelayan tradisional yang biasa beraktivitas di wilayah itu. Pasalnya, tanggul beton yang melintas sepanjang sekitar 2-3 kilometer itu sebelumnya disebut sebagai jalur nelayan mencari ikan.

Gubernur Jakarta Pramono Anung mengatakan, izin pembangunan tanggul beton itu bukan diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta. Menurut dia, izin pembangunan tanggul beton itu dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Baca Juga

"Seperti yang saya sampaikan bahwa ini sepenuhnya izin dikeluarkan KKP," kata dia Jumat (12/9/2025).

Meski begitu, ia menyatakan, Pemprov Jakarta siap untuk memastikan agar keberadaan tanggul beton itu tidak mengganggu aktivitas para nelayan, khususnya yang berada di kawasan Cilincing. Karena itu, Pemprov Jakarta juga akan memanggil perusahaan yang membuat tanggul beton itu.

"Saya sudah meminta Dinas terkait untuk melakukan koordinasi dengan PT yang mendapatkan izin untuk itu," kata Pramono.

Ia mengaku baru tahu bahwa keberadaan tanggul beton itu mengganggu aktivitas nelayan beberapa hari belakangan. Ia mengatakan, pihaknya akan memberikan perlindungan agar aktivitas para nelayan tidak terganggu.

"Kami betul-betul memberikan perlindungan kepada masyarakat terutama aktivitas para nelayan jangan sampai terganggu," kata dia.

Sebelumnya, salah satu nelayan di kawasan Cilincing, Tole (35 tahun), mengatakan keberadaan tanggul beton itu juga berdampak kepada aktivitas para nelayan. Pasalnya, laut yang ditanggul beton itu merupakan jalur perlintasan nelayan. Alhasil, nelayan harus mengambil jalan lebih jauh untuk berangkat ke laut. "Kita jadi muter," ujar Tole, Kamis (12/9/2025).

Seperti Tole, salah seorang nelayan lainnya, Boy (38) menilai, dampak yang paling dirasakan nelayan akibat kehadiran tanggul beton itu adalah hilangnya jalur melintas. Alhasil, para nelayan harus merogoh kocek lebih dalam untuk melaut lantaran jalannya saat ini mesti memutar.

"Sebelum ada tanggul, kami biasa habiskan 5 liter solar. Setelah ada tanggul, bisa 10 liter. Kan memutar," kata dia.

Karena itu, ia menginginkan adanya sebuah musyawarah yang dilakukan oleh sejumlah pihak terkait untuk mencari solusi terkait masalah yang dihadapi para nelayan. Pasalnya, para nelayan selama ini tidak diberikan sosialisasi terkait pembangunan tanggul beton itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement