REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Bergas Catursasi Penanggungan, mendesak kabupaten/kota di Jateng yang belum memiliki kajian risiko bencana (KRB) agar segera menyusunnya. Ia menekankan, KRB penting agar pemerintah dan pemangku kepentingan di daerah tidak gagap saat menghadapi bencana alam.
“Untuk daerah-daerah yang belum punya kajian risiko bencana, tentu harus membuat. Karena itu bagian dari upaya mitigasi daerah untuk mengetahui apa yang menjadi potensi ancaman bencana di wilayahnya. Maka perlu ada KRB. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, dokumen KRB harus dibuat atau diperbarui,” ucap Bergas saat dihubungi Republika, Rabu (3/12/2025).
Ia menerangkan, tanpa KRB, pemerintah daerah kemungkinan besar akan panik dan gagap dalam menghadapi serta menangani bencana alam. “Karena tidak tahu, akhirnya panik, tergagap-gagap,” ujarnya.
Bergas mengungkapkan, kepemilikan KRB oleh pemerintah daerah bersifat wajib. Penyusunan KRB dilakukan melalui BPBD provinsi. Dalam prosesnya, pemerintah daerah dapat menggandeng ahli dan akademisi.
Masa berlaku KRB adalah lima tahun. “Tapi bisa diperbarui setiap dua tahun kalau misalnya di daerah terkait ada pembangunan yang masif seperti pembangunan pabrik, perumahan, permukiman, atau pembangunan lahan produktif. Itu kan perlu dikaji,” kata Bergas.
Ia menambahkan, jika pemerintah daerah sudah memiliki KRB, mereka kemudian harus menyusun rencana penanggulangan bencana (RPB). Menurut Bergas, beberapa daerah di Jateng belum menghadapi puncak musim hujan. Ia mengimbau masyarakat tetap waspada dan merelokasi diri jika lingkungan sekitar menunjukkan indikasi terjadinya bencana seperti banjir atau tanah longsor.
Bulan lalu, bencana tanah longsor terjadi di Cilacap dan Banjarnegara, Jateng. Di Cilacap, longsor menggulung Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, pada 13 November 2025. Sebanyak 21 orang tewas dan dua lainnya hilang akibat bencana tersebut.
Sementara itu, di Banjarnegara, longsor terjadi di Desa Pandanarum, Kecamatan Pandanarum, pada 15 November 2025. Bencana itu menyebabkan 17 orang tewas dan 11 lainnya hilang.
Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Raditya Jati, mengungkapkan, sebanyak 10 kabupaten/kota di Provinsi Jateng tidak memiliki kajian risiko bencana. Kabupaten Cilacap, yang baru-baru ini mengalami bencana longsor, termasuk yang tidak memiliki KRB serta rencana penanggulangan bencana (RPB).
“Ada beberapa daerah yang sudah tidak memiliki Kajian Risiko Bencana, termasuk Cilacap. Jadi Cilacap masa berlakunya (KRB) sudah habis karena 2014 sampai 2018. Kemudian rencana penanggulangan bencananya juga sudah tidak berlaku,” kata Raditya saat menghadiri rapat koordinasi kesiapsiagaan penanggulangan bencana di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Kantor Gubernur Jateng, Kota Semarang, 18 November 2025.
Berdasarkan data BNPB per 4 Juni 2025 yang dipresentasikan Raditya, terdapat enam wilayah di Jateng yang masa berlaku KRB-nya telah habis, yakni Cilacap, Purworejo, Wonogiri, Grobogan, Temanggung, dan Kota Semarang. Sementara wilayah di Jateng yang belum memiliki KRB adalah Klaten, Kota Surakarta, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal.
Adapun wilayah di Jateng yang masa berlaku RPB-nya telah habis, yakni Cilacap, Magelang, Klaten, Wonogiri, Jepara, Kabupaten Semarang, Kendal, Brebes, dan Kota Magelang. Sedangkan yang belum memiliki RPB yaitu: Sukoharjo, Grobogan, Rembang, Kudus, Temanggung, Kota Surakarta, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal.