REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pelaksanaan eksekusi badan terhadap terpidana Silfester Matutina tak mengenal kedaluwarsa. Penyampaian maaf yang dikabarkan sudah dilakukan Silfester terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyangkut kasus pidana pencemaran nama baik dan fitnah, pun dikatakan tak bisa menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan yang mengharuskan ketua umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) itu dijebloskan ke sel penjara selama 1 tahun 6 bulan.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Anang Supriatna menerangkan, Silfester sebagai terpidana sedang mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Namun upaya hukum luar biasa itu pun tak bisa menunda pelaksanaan eksekusi. Anang mengatakan, eksekusi badan terhadap Silfester hanya tinggal menunggu waktu.
Kejagung sudah memerintahkan jaksa eksekutor di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) untuk memenjarakan Silfester. “PK tetap tidak menunda eksekusi,” ujar Anang di Kejagung, Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Anang mengabarkan, PK yang diajukan Silfester ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) akan digelar Rabu (20/8/2025). Kata Anang, tim jaksa eksekutor akan melihat proses PK tersebut untuk bisa mengeksekusi Silfester. “Kita lihat besok (20/8/2025). Besok kan dia (Silfester) PK. Kita tunggu dan lihat besok,” ujar Anang.
Anang juga mengatakan, belakangan ramai dari pihak tim pembela, yang menyampaikan eksekusi badan terhadap Silfester tak bisa dilakukan lantaran masa kedaluwarsa kasusnya dan putusan yang sudah lewat. Pun adanya penyampaian tentang eksekusi terhadap Silfester tak perlu lagi dilakukan lantaran sudah ada mediasi dan penyampaian maaf dari keluarga JK terkait fitnah dan pencemaran nama baik itu.
Tetapi, Anang menerangkan, kasus Silfester menyangkut tindak pidana umum yang tak memiliki kedaluwarsa dalam pelaksanaan eksekusi. “Kedaluwarsa dalam eksekusi pidana itu tidak ada. Setelah putusan inkrah, tinggal pelaksanaan eksekusinya saja. Banyak terpidana yang sudah inkrah, yang buronan bertahun-tahun tetapi ditangkap dan dieksekusi untuk menjalani pidana sesuai putusan pengadilan,” ujar Anang.
Karena itu, kata Anang, dalam kasus Silfester pun tak ada kedaluwarsa yang bisa menganulir putusan penjara terhadapnya. Pun kata Anang, menyangkut soal pemberian maaf oleh pihak keluarga JK. Kata Anang, dalam pidana, permintaan dan pemberian maaf antara pelaku dan korban memang memengaruhi proses di pengadilan. Akan tetapi, maaf tersebut juga tak bisa membatalkan pelaksanaan eksekusi.
“Jadi, 'maaf' itu tidak mempengaruhi pelaksanaan eksekusi putusan. Apalagi maaf itu dilakukan setelah dilakukan proses persidangan,” ujar Anang.