Rabu 06 Aug 2025 19:32 WIB

Kejagung Segera Ajukan Permohonan Red Notice ke Interpol Terkait Riza Chalid

Kejagung sudah tiga kali memanggil Riza Chalid dengan status tersangka.

Rep: Muhammad Noor Alfian Choir/ Red: Andri Saubani
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna.
Foto: Antara/Nadia Putri Rahmani
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan, segera menetapkan pengusaha minyak Riza Chalid sebagai buron atau Daftar Pencarian Orang (DPO), setelah yang bersangkutan tiga kali mangkir dari pemanggilan sebagai tersangka. Kejagung juga telah mengajukan permohonan status red notice kepada Interpol untuk membatasi ruang gerak Riza yang diketahui sudah berada di luar negeri.

"Pertama kita sudah melakukan pemanggilan terhadap MRC sebagai tersangka sebanyak tiga kali (namun yang bersangkutan mangkir). Nanti selanjutnya ditindak dengan langkah langkah hukum diantaranya penetapan DPO," kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna, Rabu (6/8/2025).

Baca Juga

Menurut Anang, penerbitan red notice merupakan proses bertahap yang mensyaratkan status DPO lebih dahulu. Setelah itu, berkas akan diajukan dan dirapatkan bersama Interpol sebelum disebarkan ke seluruh negara anggota.

"Red notice sudah kita layangkan sambil melengkapi, ketentuan-ketentuan, nantinya diagendakan, dirapatkan dari Interpol di sini. Setelah itu baru dikirim ke Lion, ke Perancis. Nanti setelah itu ketika di-approve, nantinya tinggal ditetapkan red notice keluar, sudah nanti semua Imigrasi seluruh dunia kan mengatakan yang bersangkutan akan ketika melalui satu negara, akan dipertanyakan nanti, karena sudah di-red notice," katanya.

Menanggapi kekhawatiran bahwa penerbitan DPO justru membuat Riza Chalid semakin menghilang—mengingat ia telah berada di luar negeri sebelum ditetapkan sebagai tersangka—Anang menegaskan bahwa langkah tersebut justru akan mempersempit ruang gerak Riza. Terutama jika red notice telah diterbitkan.

"Yang jelas ketika nanti ditetapkan sebagai DPO ya ruang gerak dia makin terbatas. Apalagi kalau sudah red notice, ke mana-mana dia akan terbatas. Makanya kita harapkan sih kalau bekerja kooperatif aja dateng," katanya.

Ia menegaskan, keberadaan Riza Chalid saat ini sudah terendus oleh penyidik. Meski begitu, Kejagung belum dapat mengungkapkan secara spesifik lokasi negara tempat Riza berada.

"Penyelidik sudah tahu. (Di negara mana) yang Itu masih rahasia. Iya, untuk sementara ini yang bersangkutan tidak ada di Indonesia," katanya.

Anang menambahkan, proses hukum terhadap Riza Chalid juga akan dilengkapi dengan penelusuran aset-aset terkait. Kejagung bahkan telah menyita barang-barang milik pihak yang terafiliasi dengan Riza yang juga berada di luar negeri.

"Kami tidak hanya mengejar terhadap tersangka, tetapi kita juga mengejar terhadap aset-aset. Contohnya yang kemarin kita melakukan penyitaan itu kan kita peroleh dari saksi lain yang terafiliasi. Artinya penyidik tidak tinggal diam, tidak hanya mengejar pelaku tindak pidananya. Tetapi juga kita mengejar aset-aset dari hasil kejahatannya atau alat yang menjadikan alat kejahatannya," katanya.

Kejagung juga mengingatkan bahwa proses ekstradisi membutuhkan kerja sama dan penghormatan terhadap kedaulatan negara lain. Oleh karena itu, penangkapan paksa di luar negeri tidak serta-merta dapat dilakukan tanpa landasan diplomatik dan hukum yang sah.

"Red notice memang tidak dapat dipaksakan di semua negara. Namun, jika negara tujuan tidak kooperatif, kita dapat menerapkan asas resiprokal—yakni memperlakukan hal yang sama sebagai bentuk timbal balik," katanya mengakhiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement