REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sembilan tersangka korupsi impor minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina subholding akan segera diajukan ke pengadilan. Pada Rabu (1/10/2025) Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat sudah mengirimkan berkas perkara dan dakwaan sembilan tersangka itu ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat agar kasus tersebut dengan kerugian negara setotal Rp285 triliun sepanjang 2018-2023 itu segera disidangkan.
Kepala Kejari Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra menerangkan, pelimbahan dakwaan dan berkas perkara sembilan tersangka tersebut, merupakan kloter pertama. Karena dalam kasus tersebut, tercatat ada 18 tersangka yang ditetapkan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung).
Adapun, sembilan tersangka kloter pertama itu di antaranya, adalah Riva Siahaan (RS) yang merupakan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Pata Niaga 2023. Tersangka Sani Dinar Saifudin (SDS) yang merupakan Direktur Feedstock and Product Optimilization PT Kilang Pertamina Internasional periode 2022-2025.
Tersangka Yoki Firnandi (YF) yang merupakan Dirut PT Pertamina Internasional Shipping 2022-2025. Selanjutnya tersangka Agus Purwono (AP) yang merupakan Vice President Feedstocl PT Kilang Pertamina Internasional 2023-2024.
Tersangka Maya Kusuma (MK) yang merupakan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga 2023. Lalu tersangka Edward Corne (EC) yang merupakan Vice President Trading Produk Pertamina Niaga periode 2023-2025.
Tiga selanjutnya adalah para tersangka swasta. Antara lain, tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MAKR) alias Kerry yang merupakan anak kandung dari buron Riza Chalid selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa. Tersangka Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim. Terakhir adalah tersangka Gading Ramadhan Joedo (GRJ) yang merupaka Direktur PT Orbit Terminal Merak dan Komisaris PT Jenggala Maritim.
“Bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah melaksanakan pelimpahan berkas perkara sembilan tersangka dan terdakwa tersebut ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi di Jakarta Pusat,” kata Safrianto melalui rilis resmi yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (1/9/2025).
Menurut Safrianto, setelah pelimpahan berkas perkara tersebut, JPU selanjutnya akan menunggu ketetapan pengadilan untuk menentukan komposisi majelis hakim, pun serta kapan sidang pertama pembacaan dakwaan terhadap para tersangka itu. Terkait dengan sembilan tersangka itu, kata Safrianto, mengacu pada berkas perkara yang dilimpahkan ke pengadilan JPU menebalkan pendakwaan dengan Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Adapun konstruksi umum kasus yang menjerat kesembilan tersangka itu terkait dengan penyimpangan dan korupsi dari hulu sampai ke hilir dalam pelaksaan impor dan ekspor minyak mentah serta produk kilang. Juga terkait dengan korupsi dalam penjualan solar subsidi.
“Para terdakwa atau tersangka itu disangkakan telah melakukan penyimpangan mulai dari hulu sampai hilir yang terdiri dari kegiatan ekspor minyak mentah, impor minyak mentah, impor bahan bakar minya, pengapalan minyak mentah dan bahan bakar minyak, sewa-menyewa terminal, pemberian kompensasi bahan bakar minyak, serta penjualan solar bersubsidi di bawa harga bottom price,” ujar Safrianto.
“Atas perbuatan para terdakwa atau tersangka itu, mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 285,1 triliun sepanjang 2018-2023,” begitu ujar Safrianto.
Dalam kasus ini, penyidikan di Jampidsus pun masih terus berlanjut. Masih ada sembilan tersangka lainnya yang hingga kini masih dalam penyidikan. Dan satu tersangka lainnya, yakni Riza Chalid yang hingga kini masih buronan dan belum bisa dilakukan penahanan.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatan kemarin (29/9/2025) menyampaikan terhadap tersangka RIza Chalid yang hingga kini masih buron, terus dilakukan pengejaran untuk dipulang ke Indonesia demi menjalani proses hukum. Riza Chalid diketahui saat ini berada dan dibawah perlindugan salah-satu kesultanan di Malaysia.
Kejagung sudah meminta kepada Divisi Hubungan Internasional untuk mendaftarkan nama Riza Chalid ke interpol untuk ditetapkan sebagai buronan internasional. Akan tetapi hingga saat ini Interpol belum merilis status Riza Chalid itu ke dalam daftar buronan atau DPO internasional.