Kamis 31 Jul 2025 09:02 WIB

Komnas HAM Minta Polisi Buka Peluang PK di Kasus Kematian Diplomat Muda Kemenlu

Polisi telah menyimpulkan kematian korban tanpa melibatkan orang lain.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Wira Satya Triputra melakukan konferensi pers di gedung Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (29/7/2025). Dalam konferensi tersebut, Dirreskrimsus Polda Metro Jaya meyimpulkan dalam kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri Arya Daru Pangayunan tersebut meninggal tanpa ada keterlibatan orang lain.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Wira Satya Triputra melakukan konferensi pers di gedung Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (29/7/2025). Dalam konferensi tersebut, Dirreskrimsus Polda Metro Jaya meyimpulkan dalam kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri Arya Daru Pangayunan tersebut meninggal tanpa ada keterlibatan orang lain.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pihak kepolisian untuk tetap membuka ruang peninjauan kembali (PK) jika nantinya ditemukan bukti baru di kasus kematian diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arya Daru Pangayunan (ADP). Sebelumnya polisi telah menyimpulkan kematian korban tanpa melibatkan orang lain.

“Kepada kepolisian, dalam hal ini Polda Metro Jaya, agar tetap membuka ruang untuk melakukan peninjauan kembali jika di kemudian hari muncul bukti atau fakta baru terkait peristiwa meninggalnya ADP,” kata Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (30/7/2025).

Baca Juga

Anis menjelaskan Komnas HAM telah melakukan peninjauan lokasi tempat ditemukannya jenazah ADP, meminta keterangan saksi, keluarga, dan rekan korban, hingga memeriksa hasil penyelidikan polisi dan pemeriksaan rumah sakit. Berdasarkan upaya tersebut, Komnas HAM menyimpulkan bahwa hingga kini belum ditemukan bukti yang menunjukkan adanya keterlibatan orang lain atas peristiwa meninggalnya diplomat itu. 

Meskipun tidak ditemukan keterlibatan pihak lainnya, Komnas HAM mencatat dengan serius beredarnya foto dan video jenazah ADP, rekaman dari tempat kejadian, serta potongan CCTV yang tersebar melalui media sosial dan media pemberitaan tanpa persetujuan keluarga.

“Penyebaran informasi visual yang bersifat sensitif tersebut tidak hanya telah memperdalam kesedihan dan trauma keluarga, tetapi juga berpotensi melanggar hak atas martabat manusia,” kata Anis.

Komnas HAM menegaskan jenazah tetap harus diperlakukan dengan hormat dan bermartabat. Narasi-narasi negatif yang menyertai penyebaran informasi tanpa persetujuan keluarga itu disebut sebagai bentuk perlakuan yang merendahkan martabat.

Sementara itu, kepada Kemlu RI dan instansi pemerintah maupun swasta, Komnas HAM mengimbau agar semakin memperhatikan isu kesehatan mental di lingkungan kerja. Ini sebagai bagian dari pemenuhan hak atas kesehatan. Komnas HAM juga meminta media massa dan masyarakat agar menghormati hak atas martabat ADP dan privasi keluarganya dengan tidak menyebarluaskan materi visual atau informasi yang belum terverifikasi. Penggunaan narasi spekulatif dan merendahkan juga diminta untuk dihindarkan.

“Komnas HAM menegaskan bahwa penyebaran konten yang bersifat sensasional dan vulgar terkait peristiwa ini tidak hanya bertentangan dengan etika kemanusiaan, tetapi juga dapat memperburuk penderitaan psikologis keluarga yang ditinggalkan,” ucap Anis.

ADP ditemukan tewas dengan kondisi kepala terlilit lakban di rumah Kost Guest House Gondia kamar 105, Jalan Gondangdia Kecil Nomor 22, Kelurahan Cikini, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (8/7/2025) sekitar pukul 08.10 WIB.

Adapun Polda Metro Jaya telah menyampaikan hasil penyelidikan atas kasus tersebut (29/7/2025). Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menyimpulkan kematian ADP tanpa keterlibatan orang lain. Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan penyelidik dengan melibatkan beberapa ahli.

Polisi juga tidak menemukan zat berbahaya dalam pemeriksaan toksikologi pada tubuh ADP, sementara Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri menyatakan tidak ada DNA dan sidik jari selain milik ADP di lokasi jenazahnya ditemukan. Sementara itu, pihak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menuturkan almarhum meninggal akibat gangguan pertukaran oksigen pada saluran nafas atas yang menyebabkan mati lemas.

Di sisi lain, Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) menemukan bahwa ADP sempat mengakses layanan kesehatan mental secara daring pada sekitar tahun 2013 dan 2021. ADP diduga mengalami tekanan psikologis.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement