Kamis 17 Jul 2025 13:20 WIB

Kritik Sekolah Per Kelas 50 Orang, Kebanyakan Murid, Rawan Penyimpangan, dan Sikap Kukuh Dedi

Pencegahan anak putus sekolah dinilai berbeda dengan SPMB.

Rep: Fauzi Ridwan/Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Aktivitas siswa dan siswi SMAN 1 Bandung datang ke sekolah saat masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) di hari ke empat, Kamis (17/7/2025).
Foto: M Fauzi Ridwan.
Aktivitas siswa dan siswi SMAN 1 Bandung datang ke sekolah saat masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) di hari ke empat, Kamis (17/7/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang memberikan ruang kompensasi satu kelas 50 anak di sekolah menuai kontroversi. Meski kebijakan itu tentatif dan untuk menampung murid tak mampu, namun efektifikas kebijakan itu diragukan.  

Sejumlah orangtua atau wali murid serta siswa memberikan respons terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menambah kuota per kelas menjadi 50 orang di sekolah negeri. Mereka menilai jumlah tersebut terlalu banyak.

Baca Juga

Widaningsih, kakak dari salah seorang siswa di SMAN 1 Bandung menilai kuota jumlah siswa per kelas menjadi 50 orang terlalu banyak. Ia mengatakan bakal terdapat siswa yang tidak akan terperhatikan oleh guru kelas atau yang sedang mengajar.

"Kayanya kebanyakan 50 siswa takutnya gak terperhatikan kan banyak, idealnya 40 orang masih mending," ucap dia saat ditemui di SMAN 1 Bandung, Kamis (17/7/2025).

Ia menuturkan rata-rata ideal siswa untuk satu kelas sebanyak 30 hingga 35 orang. Sementara itu terkait dengan masuk sekolah pukul 06.30 WIB, Wida mengatakan sangat mendukung kebijakan tersebut.

"06.30 WIB mah gak keberatan karena sejak SMP sudah masuk pukul 06.00 WIB, SMP 44 Bandung," kata dia.

Dengan berangkat lebih pagi, ia menilai adiknya lebih disiplin. Ia mengatakan adiknya Aisyah dirawat olehnya karena bapaknya telah meninggal dunia empat tahun lalu.

Salah seorang siswa kelas X SMAN 1 Bandung Misca mengaku tidak masalah dengan jumlah siswa di kelasnya yang mencapai 44 orang. Ia merasa akan lebih banyak teman. "Malah bikin senang karena temannya lebih banyak, seru," kata dia.

Kebijakan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi tersebut berdampak kepada sekolah swasta. Para sekolah keberatan dengan kebijakan tersebut karena membuat siswa berkurang.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyentil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menerbitkan kebijakan menambah jumlah siswa per kelas jenjang SMA maksimal menjadi 50 orang. FSGI menilai kebijakan itu rawan menimbulkan penyalahgunaan.

Sekjen FSGI Fahriza Marta Tanjung menyebut jika merujuk pada SK Gubernur Jawa Barat terkait dengan Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS), maka PAPS merupakan kegiatan yang terpisah dari SPMB. Sebab tidak menjadikan peraturan terkait SPMB sebagai konsideran dalam penetapannya.

"Artinya kegiatan PAPS ini merupakan bagian yang terpisah dari SPMB," kata Fahriza kepada Republika, Kamis (17/7/2025).

Fahriza menyebut PAPS dalam pelaksanaannya masih menjadi bagian SPMB. Tapi ia menyayangkan SK Gubernur ini menunjukkan ketidakjelasan klausul-klausul yang digunakan dan bisa menimbulkan penafsiran beragam.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement